DENPASAR – Memasuki bulan ke empat tahun 2018, penyaluran Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) masih terserap sangat kecil.
Secara nasional, hingga saat ini penyaluran dan bergulir hanya 5 persen atau Rp 60 miliar dari target penyaluran yang mencapai Rp 1,2 triliun.
Hal ini disampaikan Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) Braman Setyo.
Braman berjanji akan terus mendorong penyaluran dana bergulir ini melalui koperasi, dan pelaku usaha di Seluruh Indonesia.
Karena saat ini, baru 15 koperasi saja yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Alasan kecilnya penyaluran dana bergulir ini kata dia lantaran masih mencari pola,
salah satunya menjalin kerjasama dengan perusahaan penjamin seperti Jamkrida dan Askrindo yang kini menjadi marketing dari LPDB di Tingkat daerah.
“Harus berkolaborasi dengan seluruh institusi, baik di pusat maupun daerah. Kami juga akan gencar lakukan sosialisasi,” tuturnya.
Tahun ini, pihaknya memprioritaskan pemanfaatan dana bergulir bisa diserap oleh koperasi-koperasi yang bergerak di sektor produktif.
Karena untuk porsi, penyaluran dana bergulir yang lebih banyak diserap oleh koperasi simpan pinjam (KSP) akan dikurangi.
“Jadi, yang kami dorong itu sektor riil, seperti sawit, kakao, kopi dan sebaginya. Dengan begitu ada nilai tambah yang besar,” terangnya.
Pengurangan penyaluran dana bergulir pada koperasi simpan pinjam ini lantaran selama ini, hampir 70 persen dana bergulir berputar pa sektor tersebut.
Sementara serapan dana untuk sektor riil sangat kecil hanya 30 persen saja. Sebagian besar, penggunaan dana bergulir pada koperasi simpan pinjam ini hanya dijual pada anggota dan pelaku usaha.
Bahkan, bunga pinjaman untuk pelaku usaha sangat tinggi yang mencapai 20 sampai 25 persen.
“Ini kan mencekik pelaku usaha namanya, padahal harapan kami, 7 persen bunganya dari kami, maksimal mereka memberikan bunga kepada pelaku usaha ini 15 persen. Tapi faktanya tinggi sekali,” kata Braman.
Untuk mengatasi praktik tidak sehat ini, pihaknya menyiasati bagaimana saat SP3 ketika melakukan akad perjanjian koperasi simpan pinjam harus menerapkan penyaluran kepada anggotanya maksimal 15 persen dari LPDB.
Disinggung mengenai kondisi di Bali, mantan Deputi Pembiayaan Kementerian Koperasi ini mengungkapkan Bali layak menjadi contoh.
Dimana koperasi dan pelaku usaha di Bali yang mendapat dana LPDB, memiliki non performing loan (NPL) atau kredit bermasalah selalu tercatat rendah.
“Mungkin karena kultur kali yah, selain taat membayar, juga taat dalam penggunaan dana APBN,” pungkasnya.
Anggaran LPDB yang bersumber dari APBN cenderung mengalami peningkatan, sejak tahun 2016 yang mencapai Rp 900 miliar,
di tahun 2017 mencapai Rp 1 triliun dengan realisasi penyaluran 70 persen, dan di Tahun ini mencapai Rp 1,2 triliun.