Kesukaan pada satwa yang banyak dicap mistis membuatnya tak sekadar akrab. Karena sudah akrab, itu dia pun terbiasa mengajak atraksi binatang berbisa itu.
JULIADI, Tabanan
MENGAKRABI satwa berbisa memang tidak lazim. Tapi, bagi Putu Astrid binatang ular menjadi bagian hidup sehari-hari.
Bahkan ketiga buah hatinya saat ini yang masih belia sangat menyukai ular. Pengajar Bahasa Bali di SMPN 2 Tabanan ini selain dikenal sebagai pawang ular, juga tersohor sebagai panari ular.
Ide sebagai penari ular muncul dari teman yang memberi saran. Alasannya, daripada sekadar membawa ular ke sana kemari. Biar ada hasil dari mencintai ular.
“Akhirnya mulai belajarlah menari bersama ular. Hingga saya sampai hafal gerakan ular,” ungkapnya, tentang keakrabannya dengan satwa melata.
Binatang yang ditakuti karena belitan dan bisanya ini menurutnya akan menari ketika ada getaran atau gerakan dari tubuh seorang penari.
Sewaktu tangan dan kepala bergerak ke kanan maka ular pun mengikuti gerakan tersebut. “Pentas awal sebagai penari ular di Hotel Bali Garden, tahun 2005.
Setelah itu berbagai job-job di banjar-banjar, desa, hotel, kafe sampai acara ulang tahun Kota Tabanan,” ujar guru lulusan IHDN Denpasar.
Dijelaskan Astrid, sebelum pementasan menari ular dilakukan, sebagai seorang yang memeluk agama Hindu dan percaya adanya dewa ular, tidak lupa dia berdoa.
Memohon doa restu kepada Sang Hyang Widhi.
“Setiap pementasan dan atraksi,seekor ular biasa saya tidak peras bisanya atau keluarkan bisa ular. Tergantung dari pemesanan.
Ada yang menginginkan bisa ular dikeluarkan saat menari di hadapan penonton. Ada juga untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan, bisa ular dikeluarkan terlebih dulu sebelum pentas,” bebernya.
Astrid mengaku beberapa atraksi menantang dilakukan. Mulai dari mencium kepala ular, ular berjalan di bagian tubuh hingga berdiri di atas kepala.
Bahkan harus menutup mata untuk menaklukkan ular. Atraksi menantang sebenarnya tergantung dari penonton dan pemilik pentas.
Meski begitu, kecelakaan pementasan bukannya nihil. Pernah ada kejadian, salah seorang penonton terkena gigitan ular sanca berbisa. Itu terjadi di Desa Gadungan, Selemadeg Timur, Tabanan.
Musibah terjadi karena panggung atraksi yang disediakan panitia sangat minim dan sempit. Risikonya menyulitkan untuk bergerak leluansa.
Jarak antara panggung dengan penonton juga sangat dekat. Salah satu penonton terkena gigitan ular di pelipis mata kanan
“Jadi, pelajaran buat saya. Ketika ada tawaran atraksi ular, saya harus tahu lebih awal panggung atraksi.
Seperti luas panggung dan jarak antara penonton dan panggung. Agar atraksi menari ular tidak menyulitkan kami lebih nyaman untuk bergerak,” jelasnya.
Atraksi ular lebih aman ketika dilakukan dalam kondisi panggung yang luas. Kemudian atraksi ular dilakukan di pantai.
Berapa dapat honor? Astrid mengaku tidak seberapa. Biasa tampil dengan durasi 20 menitan, rata-rata mendapat Rp 500 ribu. Tergantung pemberian si pengorder, tentunya.
Tak pernah diserang si partner kerja? Menurutnya, hampir 15 tahun lebih menggeluti profesi sampingan sebagai penari ular belum pernah terkena gigitan.
“Untuk ke depan saya berkeinginan ada wanita Bali yang suka menari dengan ular. Minimal ada generasi lanjutan. Saya juga berniat untuk membuat sebuah sanggar tari ular dan penangkaran ular,” harapnya.