33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 13:13 PM WIB

Pasien Mayoritas Warga Miskin, Penderita Jalani Terapi Bicara

Penderita bibir sumbing dan palato sumbing umumnya kesulitan menyebut huruf dan kata. Di Yayasan Senyum Bali, penderita gangguan bicara ini diberikan terapi. Seperti apa?

 

JULIADI, Denpasar

YAYASAN Senyum Bali yang berlokasi di Jalan Pulau Aru No. 9 Denpasar tidak hanya memberikan perawatan dan pengobatan medis kepada pasien.

Namun, juga kepada penderita bibir sumbing dan palato sumbing. Mereka dibekali edukasi terapi bicara.

Ya, umumnya anak dengan bibir sumbing dan palato sumbing kesulitan dalam mengucapkan huruf atau kata. Layaknya orang bicara dengan suara yang diucapkan melalui hidung (sengau).

Menurut Shinta Kumala Dewi, 31, staf Yayasan Senyum Bali, sebagian besar penderita dengan palato sumbing kesulitan dalam pengucapan huruf maupun kata.

Misal huruf r dan kata eng. Karena anak tersebut telat dilakukan operasi, sehingga terapi bicara harus diajarkan.

Yang menarik, yayasan tak saja memberikan terapi bicara kepada penderita. Edukasi juga diajarkan kepada ibu sang anak.

Pasalnya, ibu sang anak lah yang lebih dekat dengan sang anak yang akan secara terus menerus menemani.

Semua penyebutan huruf diajarkan kepada mereka. Tapi, lebih ditekankan ke huruf P, T, K, R, dan kata eng.

Juga diajarkan kata-kata lainnya yang sulit diucapkan secara lugas. Terapi bicara tidak dilakukan hanya satu kali, tetapi sampai anak tersebut bisa mengucapkan secara jelas dan lugas huruf dan per kata.

Dalam seminggu, ada satu pertemuan khusus kelas anak terapi bicara. Sementara penderita dengan cacat wajah seperti tumor wajah, pihak yayasan tidak memberikan terapi bicara.

Yayasan fokus pada pengobatan dan perawatan medis. Menurut Shinta, penderita palato sumbing biasanya akan melakukan operasi saat anak menginjak usia 1 tahun dengan berat badan 10 kilogram.

Atau, saat anak tersebut akan melakukan operasi cangkok gigi di bibir. Operasi terakhir harus dijalani yakni menyambung celah langit-langit di bibir.

Total, ada tiga kali tahapan operasi yang harus dilalui oleh penderita palato sumbing. Mengapa demikian?

Ya, agar anak tersebut dapat bicara secara normal layaknya anak-anak pada umumnya. Sedangkan untuk bibir sumbing cukup dilakukan operasi hanya sekali.

Dengan usia 3 bulan dan berat 5 kilogram. Kemudian baru lah penderita bibir sumbing dan palato sumbing menjalani terapi bicara.

“Kami ajarkan terapi bicara dengan usia anak mulai usia 3 tahun hingga 10 tahun,” beber Shinta lagi.

Mayoritas penderita bibir sumbing dan palato sumbing dalam yang ditangani Yayasan Senyum Bali berasal dari Denpasar, Gianyar, Tabanan, dan Klungkung.

Karena jarak, mereka rawat jalan. Nanti ketika akan operasi, baru pasien tersebut dijemput dan tinggal di yayasan.

Salah satu dari ibu bayi penderita bibir sumbing dan palato sumbing dalam, Ni Komang Kartini, 20, yang berasal dari Tukad Sumaga, Gerokgak, Buleleng, mengatakan dirinya sangat terbantu dengan Yayasan Senyum Bali.

Pasalnya, Kartini dari keluarga miskin. Bayinya yang baru berusia 3 bulan mengalami kondisi cacat pada bibir dan tangan sejak lahir.

Kondisi cacat yang dialami buah hatinya bukan karena faktor keturunan. “Karena keluarga dari suami dan saya tidak ada yang mengalami kondisi bibir sumbing,” ungkap Kartini.

Dia mengetahui keberadaan Yayasan Senyum Bali dari bidan desa yang ada di Gerokgak. Bidan desa ini  menghubungi yayasan.

“Akhirnya kami dijemput pihak yayasan untuk dibantu secara medis dan sosial,” kata Kartini. Menetap di yayasan banyak hal yang diberikan.

Mulai dari tempat tinggal, kebutuhan anak, dan ibu sehari-hari seperti diapers, susu, makan, dan kebutuhan lainnya. Menurut rencana, bayinya yang diberi nama Putu Agus Sugiartawan akan dioperasi Kamis hari ini.

Sementara salah satu pasien bibir sumbing dari wilayah Indonesia Timur, Jeny, 21, mengaku terbantu dengan adanya yayasan ini.

Pasalnya, buah hatinya Kendy Putri, 4 bulan, yang menderita bibir sumbing jika menjalani operasi di daerahnya di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), bisa menghabiskan biaya operasi Rp 15 juta.

“Meskipun saya menggunakan jaminan kesehatan nasional yakni BPJS Kesehatan, sejatinya saya tidak menanggung apa-apa. Karena sudah ditanggung yayasan,” paparnya.

Penderita bibir sumbing dan palato sumbing umumnya kesulitan menyebut huruf dan kata. Di Yayasan Senyum Bali, penderita gangguan bicara ini diberikan terapi. Seperti apa?

 

JULIADI, Denpasar

YAYASAN Senyum Bali yang berlokasi di Jalan Pulau Aru No. 9 Denpasar tidak hanya memberikan perawatan dan pengobatan medis kepada pasien.

Namun, juga kepada penderita bibir sumbing dan palato sumbing. Mereka dibekali edukasi terapi bicara.

Ya, umumnya anak dengan bibir sumbing dan palato sumbing kesulitan dalam mengucapkan huruf atau kata. Layaknya orang bicara dengan suara yang diucapkan melalui hidung (sengau).

Menurut Shinta Kumala Dewi, 31, staf Yayasan Senyum Bali, sebagian besar penderita dengan palato sumbing kesulitan dalam pengucapan huruf maupun kata.

Misal huruf r dan kata eng. Karena anak tersebut telat dilakukan operasi, sehingga terapi bicara harus diajarkan.

Yang menarik, yayasan tak saja memberikan terapi bicara kepada penderita. Edukasi juga diajarkan kepada ibu sang anak.

Pasalnya, ibu sang anak lah yang lebih dekat dengan sang anak yang akan secara terus menerus menemani.

Semua penyebutan huruf diajarkan kepada mereka. Tapi, lebih ditekankan ke huruf P, T, K, R, dan kata eng.

Juga diajarkan kata-kata lainnya yang sulit diucapkan secara lugas. Terapi bicara tidak dilakukan hanya satu kali, tetapi sampai anak tersebut bisa mengucapkan secara jelas dan lugas huruf dan per kata.

Dalam seminggu, ada satu pertemuan khusus kelas anak terapi bicara. Sementara penderita dengan cacat wajah seperti tumor wajah, pihak yayasan tidak memberikan terapi bicara.

Yayasan fokus pada pengobatan dan perawatan medis. Menurut Shinta, penderita palato sumbing biasanya akan melakukan operasi saat anak menginjak usia 1 tahun dengan berat badan 10 kilogram.

Atau, saat anak tersebut akan melakukan operasi cangkok gigi di bibir. Operasi terakhir harus dijalani yakni menyambung celah langit-langit di bibir.

Total, ada tiga kali tahapan operasi yang harus dilalui oleh penderita palato sumbing. Mengapa demikian?

Ya, agar anak tersebut dapat bicara secara normal layaknya anak-anak pada umumnya. Sedangkan untuk bibir sumbing cukup dilakukan operasi hanya sekali.

Dengan usia 3 bulan dan berat 5 kilogram. Kemudian baru lah penderita bibir sumbing dan palato sumbing menjalani terapi bicara.

“Kami ajarkan terapi bicara dengan usia anak mulai usia 3 tahun hingga 10 tahun,” beber Shinta lagi.

Mayoritas penderita bibir sumbing dan palato sumbing dalam yang ditangani Yayasan Senyum Bali berasal dari Denpasar, Gianyar, Tabanan, dan Klungkung.

Karena jarak, mereka rawat jalan. Nanti ketika akan operasi, baru pasien tersebut dijemput dan tinggal di yayasan.

Salah satu dari ibu bayi penderita bibir sumbing dan palato sumbing dalam, Ni Komang Kartini, 20, yang berasal dari Tukad Sumaga, Gerokgak, Buleleng, mengatakan dirinya sangat terbantu dengan Yayasan Senyum Bali.

Pasalnya, Kartini dari keluarga miskin. Bayinya yang baru berusia 3 bulan mengalami kondisi cacat pada bibir dan tangan sejak lahir.

Kondisi cacat yang dialami buah hatinya bukan karena faktor keturunan. “Karena keluarga dari suami dan saya tidak ada yang mengalami kondisi bibir sumbing,” ungkap Kartini.

Dia mengetahui keberadaan Yayasan Senyum Bali dari bidan desa yang ada di Gerokgak. Bidan desa ini  menghubungi yayasan.

“Akhirnya kami dijemput pihak yayasan untuk dibantu secara medis dan sosial,” kata Kartini. Menetap di yayasan banyak hal yang diberikan.

Mulai dari tempat tinggal, kebutuhan anak, dan ibu sehari-hari seperti diapers, susu, makan, dan kebutuhan lainnya. Menurut rencana, bayinya yang diberi nama Putu Agus Sugiartawan akan dioperasi Kamis hari ini.

Sementara salah satu pasien bibir sumbing dari wilayah Indonesia Timur, Jeny, 21, mengaku terbantu dengan adanya yayasan ini.

Pasalnya, buah hatinya Kendy Putri, 4 bulan, yang menderita bibir sumbing jika menjalani operasi di daerahnya di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), bisa menghabiskan biaya operasi Rp 15 juta.

“Meskipun saya menggunakan jaminan kesehatan nasional yakni BPJS Kesehatan, sejatinya saya tidak menanggung apa-apa. Karena sudah ditanggung yayasan,” paparnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/