DENPASAR – Jenasah Wayan Sutami dibawa menuju Forensik RS Sanglah dengan menggunakan mobil ambulance BPBD Denpasar dan tiba sekira pukul 16.30.
Tim Forensik RS Sanglah kemudian melakukan pemeriksaan luar (PL) terhadap tubuh jenazah.
Di sela-sela pemeriksaan, tampak wajah anak korban, Komang Sutrisna,22 penuh dengan kesedihan. Raut wajahnya tak bisa menyembunyikan rasa kehilangan sosok Sang Ibu.
Anggota Polri yang berdinas di Polda Bali ini sejatinya sudah mendengar kabar ibunya ikut terseret arus di Pantai Watu Klotok, Klungkung Senin (23/4) lalu.
Bersama dengan kerabat lainnya, Sutrisna masih menggunakan jubah polisinya yang memang saat itu sedang bertugas.
Kemarin, beberapa kali dia terlihat bersandar di pilar depan yang ada di RS Sanglah. Tangannya dibalut dengan sarung tangan rumah sakit, sebab ia ikut serta masuk ke dalam ruang jenasah untuk melihat ibunya yang sudah kaku.
Sutrisna merupakan anak kedua dari korban. Terakhir, Sutrisna bertemu ibunya serta ayahnya pada hari Minggu lalu sebelum pamitan untuk bertugas di Polda Bali.
Sebelum pamitan, kedua orang tuannya tersebut mengaku akan pergi ke pasar dan esok harinya (Senin) mengaku akan melukat.
Menariknya, sebelum berpamitan ternyata ayahnya sempat berbincang dengan anak keduanya tersebut.
Ayahnya bercerita tentang mimpi yang sebelumnya dialaminya. “Kata bapak, ia sempat mimpi tentang gigi depannya tanggal dua,” ujarnya kemarin di Forensik RS Sanglah.
Tak disangka, mimpi tersebut baru disadari pria yang berasal dari Banjar Semseman, Desa Sangkan Gunung, Sidemen, Karangasem sebagai sebuah firasat buruk.
Ia pun harus rela ditinggal selamanya oleh sang ibu tercinta. Jauh sebelumnya, Sutrisna juga kehilangan kakak kandungnya.
Sutrisna sendiri mengaku, ibunya kerap melukat sejak menderita sakit sesak nafas sekitar dua tahun terakhir ini.
Sepengetahuannya, ibunya diminta untuk melukat sebanyak tiga kali, dan yang kemarin (saat kejadian) adalah prosesi melukat yang ketiga kalinya.
Ayahnya, katanya masih mengalami trauma atas kejadian yang menimpa dirinya bersama istrinya tersebut. Hanya saja, saat kejadian, ayahnya berhasil diselamatkan kakek-kakek petani batu setempat.
Sementara itu, Nengah Sutami,76, ayah kandung korban Ni Wayan Sutami mengaku tidak menyangka peristiwa nahas ini menimpa anaknya.
Ia juga membenarkan bahwa anaknya tersebut menderita sakit asma sejak lama.
Karena sakit anaknya tersebut dan juga hasil konsultasi dengan Balian Desa, anaknya diminta untuk melakukan pengobatan secara niskala, yakni melukat.
“Kata balian desa, disarankan untuk melukat setiap hari Senin dan saat kejadian memang yang ketiga kalinya,” tuturnya.
Disinggung mengenai proses pemakaman, belum diketahui secara pasti karena akan dilakukan rembug dengan keluarga besar. Selain itu katanya, di rumahnya masih ada upacara odalan.