DENPASAR – Penyaluran kredit bermasalah yang dilakukan pihak BPR KS Bali Agung Sedana terus didalami.
Berdasar penyelidikan sementara, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menggandeng Polda Bali menemukan indikasi tindak pidana perbankan di tubuh BPR KS Agung Sedana yang membuat bank kolaps.
Aset BPR KS Agung Sedana saat ini di bawah kendali Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa keuangan OJK Rohkmad Sunanto didampingi Wakapolda Bali Brigjen Alit Widana mengungkapkan,
tindak pidana yang ditemukan berupa penipuan yang dilakukan perusahaan penyalur tenaga kerja Indonesia yakni PT Internasional Human Suport (IHS) Bali dengan BPR KS Agung Sedana.
“Kasus ini terjadi sejak tahun 2014 silam,” kata Rokhmad kemarin (25/4). Dia menjelaskan, kronologi kasus perbankan tersebut berawal saat PT IHS menjanjikan 54 calon TKI yang berasal dari Banyuwangi, Bali, dan Lombok bekerja di Jepang sebagai buruh bangunan.
Perusahaan yang beralamat di Jalan Tukad Badung nomor 335 ini menjanjikan gaji yang besar, berkisar antara Rp 18 hingga 20 juta per bulan.
“Masing-masing calon TKI ini dipungut biaya Rp 96 juta,” tuturnya. Kasus ini terungkap berdasar laporan korban I Kadek Septian Dwi Cahyadi.
Saat itu dia datang ke Kantor IHS Bali untuk menandatangani beberapa dokumen pengajuan kredit. Setelah sepakat, korban menjalani pelatihan selama enam bulan.
Namun saat masa pemberangkatan, Dwi malah ditawari program magang tiga tahun. Korban akhirnya mundur dan meminta kembali sertifikat tanah miliknya.
“PT IHS menyanggupi dan akan mengembalikan enam bulan lagi. Tapi, tiba-tiba pihak BPR menagih angsuran per bulan senilai Rp 3 juta.
Setelah kami lakukan penyidikan kami meminta untuk melapor ke polisi,” kata Rokhmad. Sertifikat yang dijaminkan ke BPR KS Bali Agung dari 54 debitur yang merupakan calon TKI tersebut nilai kreditnya mencapai Rp 24,225 miliar.
Disinggung mengenai keterlibatan Supariani dalam kasus tersebut, Rokhmad menjelaskan, dari penyidikan yang dilakukan dengan melakukan pemeriksaan 22 orang saksi
termasuk pegawai BPR KS Bali Agung Sedana, Supariani memerintahkan pegawainya memproses pemberian kredit kepada 54 debitur sepanjang periode Maret sampai Desember 2014.
“Padahal, itu tidak sesuai dengan prosedur, menyebabkan pencatatan palsu dan tidak ada langkah yang diperlukan untuk memastikan kekuatan bank terhadap ketentuan perbankan,” pungkasnya.