DENPASAR- Tak semua ‘pelamar’ kursi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Bali berpikir keikutsertaan sejumlah tokoh sepuh di Bali menggusur kesempatan para pendaftar muda.
Salah satunya yang berpikir demikian adalah I Gusti Ngurah Harta. Pinisepuh Perguruan Sandi Murti Indonesia yang telah terdaftar di KPU Bali setelah
menyerahkan dukungan berupa 4.055 KTP itu menganggap sah-sah saja nama-nama pesohor seperti AA Ngurah Oka Ratmadi alias Cok Rat,
Made Mangku Pastika, dan AA Gede Agung kembali turun ke gelanggang politik, khususnya melalui tiket DPD RI.
“Persoalan ada Pak Mangku dan lain sebagainya itu, mereka semua sahabat. Jadi kita tidak pernah berpikir bahwa itu adalah lawan yang berat. siapapun lawan yang menang, mereka adalah putra-putra terbaik Bali,” ujar Ngurah Harta.
Meski demikian, Ngurah Harta menekankan empat orang yang nantinya akan mewakili Bali selayaknya paham pada situasi bahwa kini Indonesia sedang
berada dalam masa transisi sebagai akibat dari statement-statement pejabat yang memancing perdebatan berkepanjangan di masyarakat.
Oleh karena itu, peran yang diemban para senator asal Bali tidaklah ringan. “Saya maju ke DPD untuk mewujudkan DPD RI sebagai lembaga legislatif yang kuat,
setara, dan efektif dalam rangka menyampaikan aspirasi rakyat, khususnya masyarakat Bali dalam kehidupan yang lebih bermartabat, sejahtera, dan berkeadilan,” ucapnya.
Ditegaskannya selama ini DPD RI ada namun seolah-olah tidak ada. “Jadi objek penyerta saja. Padahal banyak sekali persoalan di Bali yang harus diselesaikan
oleh perwakilan kita yang duduk di DPD RI. Persoalan adat sebenarnya api dalam sekam di Bali. Itu yang harus dituntaskan,” paparnya.
Ngurah Harta merinci, aturan-aturan adat di Bali idealnya dituntaskan dalam bentuk lembaga yang disahkan oleh negara sehingga bisa menunjang keutuhan NKRI. Kenapa demikian?
Ngurah Harta menyebut kini antara lembaga adat yang satu dengan yang lain di Bali tidak sama dan kerapkali memicu gesekan.
“Ada pecalang, tapi begitu kuat sehingga menjadi dominan dan arogan. Untuk itu harus ada peraturan yang jelas
karena pecalang bagian dari adat. Tujuannya agar tidak menjadi arogan dan mengambil alih fungsi polisi yang sebenarnya,” ungkapnya.
Ngurah Harta memandang DPD RI seharusnya bisa menjadi saudara kembar DPR RI. Namun sayangnya hal tersebut tidak terjadi.
“DPD RI tidak berfungsi ternyata. Kita ingin DPD RI berfungsi sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Terutama dalam hal terkait undang-undang yang ada sangkut pautnya
dengan kedaerahan. Adat diakui dalam negara kita. Hukum adat yang mesti harus diperkuat dan diakui lebih oleh negara,”tegasnya.