Ibarat “ngeri-ngeri sedap” backpackeran tanpa pemandu memang mengasyikkan sekaligus menegangkan.
Seperti saat seluruh penumpang bus harus turun mengikuti pemeriksaan paspor sekitar pukul 02.00 dini hari.
BUS malam Star Qistna Express itu akhirnya berangkat juga. Menyusul keberangkatan bus dengan nama yang unik : Sri Maju.
Bus ini semacam bus antar kota antar negara. Dari Singapura ke Malaysia. Kendaraan jalur darat ini berangkat tepat pukul 23.30 waktu setempat.
Beragam penumpangnya. Ada yang berwajah oriental, Melayu, India hingga bule. Tapi memang tidak penuh. Hanya dua pertiga kursi saja terisi. Mereka backpackeran juga tentunya.
Tak ada televisi menyala di bus ini. Televisinya mati. Musik juga tidak ada. Begitu juga dengan colokan USB atau colokan listrik untuk charge ponsel. Toilet juga tidak tersedia.
Kami membeli tiketnya secara online untuk bus ini. Sebelum berangkat sudah pesan dulu.
Star Qistna Express dengan sopir berwajah India, berkulit gelap saat berangkat dari Terminal Golden Mile Complex ini ditemani sejumlah crew. Beberapa awak bus.
Beberapa kali awak bus mengingatkan untuk menaruh barang bawaan. Bahasanya campur-campur. Bahasa Melayu campur Bahasa Inggris. Dengan logat Melayu tentu saja.
Setiap penumpang tampak asyik dengan pikirannya sendiri, tampaknya. Begitu berangkat sekitar 2-3 kilometer, dimatikan sudah lampunya.
Gelap pekat di dalam. Hanya pemandangan jalan raya dan gedung-gedung pencakar langit yang terlihat.
Setelah itu sepertinya setiap penumpang larut dalam penatnya badan dan tertidur. Hingga tak terasa perjalanan sudah sekitar dua jam ditempuh.
Terlihat jam di ponsel menunjuk pukul 02.14. Sopir bus berbadan kurus ini mendadak berteriak-teriak meminta penumpang segera turun.
“Turun-turun! Pemeriksaan paspor! Bawa semua tasnya! Bring all your bags, please! “ teriaknya. Waktunya pemeriksaan imigrasi.
Made Sukamara, salah seorang rombongan dari kami yang lagi asyik di alam mimpi pun kaget bukan kepalang.
“Nask****g! Nggak usah pakai teriak-teriak nae! Iya, iya, turun, turun! “ sahutnya, seraya mengambil dan memakai sepatu yang dilepas. Ketawalah rombongan Radar Bali.
Sebagian penumpang tampak tergopoh-gopoh karena diminta turun dengan cepat. Penumpang lain juga banyak yang mengomel pula. Pakai memaki-maki, tentunya.
Ada juga penumpang yang terlepas headset-nya lantaran terburu-buru. Terdengar suara musik dari ponsel itu.
Terdengar musik metal dari Megadeth, Anarchy in The UK. Beberapa saat masih berbunyi. Menambah suasana kepanikan semakin terasa.
Setelah itu berbondong-bondong ke aula pemeriksaan petugas imigrasi. Di sebuah aula dengan batas untuk berbaris, penumpang yang rata-rata terlihat mengantuk itu di ujung ruang tampak tentara dengan senapan laras panjangnya.
Berjaga-jaga.Setelah melakukan scan paspor, mengikuti pemeriksaan, naik bus lagi. Ini baru pemeriksaan paspor pertama.
Nah, di saat naik bus lagi inilah, salah satu dari rombongan backpacker ini tak kuat menahan buang air kecil.
Dalam keadaan gelap gulita, akhirnya dia terpaksa buang air kecil di dalam plastik dan diikat. Plastik berisi urine itu baru dibuang ke tong sampah saat pemeriksaan paspor kedua.
Sekitar perjalanan setengah jam dari pemeriksaan pertama. “Terpaksa. Daripada sakit,” kata salah satu anggota rombongan yang tak enak untuk disebut namanya ini.
Cerita kencing dalam plastik ini pun jadi hiburan tersendiri bagi kami selama perjalanan. Tawa kami meledak.
Jadi hiburan selama perjalanan. Tak terbayangkan kalau urine itu sampai tumpah dari plastik dan seisi bus membauinya. Entah seperti apa, baunya.
Pemeriksaan paspor kedua lancar-lancar saja. Tidak ada yang mencekam lagi. Tidak ada yang menahan pipis lagi.
Karena sudah buang hajat semua di toilet gedung pemeriksaan paspor yang kedua. Sudah lega.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 6,5 jam, akhirnya sampai juga bus Star Qistna Express di Kuala Lumpur, Negeri Pak Cik dan Mak Cik itu. Sudah pagi hari. Sekitar pukul 06.15.
“Turun di mana ini?” tanya sopir. Andi B. Wicaksono yang bertugas sebagai guide itu menjawabnya. “Turun di Masjid Jamek Kuala Lumpur,” jawabnya.
Si sopir tampak tersenyum. Mungkin dia keheranan, 10 orang turun di masjid jamek semua. Tapi dia akhirnya membantu juga untuk turun dekat stasiun dan menyarankan naik kereta MRT (mass rapid transit).
“Turun sini, nanti lebih dekat,” ujarnya, seraya menurunkan kami yang hendak menuju ke Hotel Citin, di kawasan Jalan Melayu,
City Centre, Kuala Lumpur, yang bersebelahan dengan Masjid Jamek Kuala Lumpur tersebut. (