33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 14:33 PM WIB

Mau Aman? Sarankan Indonesia Tiru Singapura – Malaysia Berlakukan ISA

DENPASAR – Teror bom Surabaya dan Sidoarjo membuat seluruh pihak waspada. Tak luput dengan Bali yang beberapa kali menjadi korban ulah kaum teroris.

Langkah antisipasi pun dilakukan Pemprov Bali yang menggandeng Polda Bali untuk mencegah aksi kelompok radikal merembet ke Pulau Dewata.

“Saya melihat sudah terjadi peningkatan masalah pengamanan. Mudah-mudahan ini tidak menjalar ke Bali,” ujar Gubernur Pastika.

Melihat ekskalasinya yang meningkat, Bali meminta pemerintah pusat segera mengesahkan RUU Antiterorisme menjadi undang-undang.

Payung hukum yang jelas menjadi bekal penegak hukum menegakkan aturan. Meski telat, langkah itu harus diambil. Sama seperti yang diberlakukan Singapura dan Malaysia telah memiliki internal security act (ISA).

“Mereka bisa mengambil tindakan tanpa harus menunggu gerakan dia (teroris, red). Sekarang begitu kejadian baru kita sibuk mencarinya kan?” ungkapnya.

Di Malaysia dan Singapura, terang Pastika, begitu ada indikasi dan bukti permulaan (tidak harus cukup, red) pihak kemanan di negara tersebut sudah bisa bertindak.

“Seperti kata Kapolri kemarin. 500 anggota orang Indonesia eks ISIS sudah pulang. Sekarang di mana mereka? Kita tidak tahu. Ada 1.100 lebih masih di sana (Syria, red)

yang masih di sana dan belum pulang. Menunggu deportasi. Terus mau ke mana kita? Bagaimana caranya mengurus mereka? Tidak mungkin polisi mengawasi satu per satu itu,” paparnya. 

Pastika menegaskan fakta pengeboman di beberapa titik di Surabaya bukan masalah kecolongan atau tidak.

“Gimana kita tahu? Sekarang 500 orang lah baru pulang. Kalau 1.000 lagi pulang. Gimana mau mengawasi mereka.

Semua juga mereka sudah rela untuk mati makanya mereka pergi ke Suriah dan Iran. Jadi jangan heran satu keluarga mau mati dengan cara seperti itu,” tandasnya.

Gubernur asal Desa Patemon, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng itu menyebut terorisme sebagai masalah yang sangat krusial.

“Makanya kita buatlah undang-undang. Terorisme ini beda dengan perampokan. Tinggal ditongkrongin sama polisi tidak terjadi.

Kalau ini, nggak ada takutnya mereka. Mati itu bagi mereka jalan singkat ke sorga. Itu persoalannya,” tegas Pak Gub.

Gubernur Pastika menerangkan ajaran “berani mati” sudah tertanam dalam-dalam di benak seorang teroris.

Segala cara untuk mengarahkan mereka menjadi masyarakat normal sangat sulit. 

DENPASAR – Teror bom Surabaya dan Sidoarjo membuat seluruh pihak waspada. Tak luput dengan Bali yang beberapa kali menjadi korban ulah kaum teroris.

Langkah antisipasi pun dilakukan Pemprov Bali yang menggandeng Polda Bali untuk mencegah aksi kelompok radikal merembet ke Pulau Dewata.

“Saya melihat sudah terjadi peningkatan masalah pengamanan. Mudah-mudahan ini tidak menjalar ke Bali,” ujar Gubernur Pastika.

Melihat ekskalasinya yang meningkat, Bali meminta pemerintah pusat segera mengesahkan RUU Antiterorisme menjadi undang-undang.

Payung hukum yang jelas menjadi bekal penegak hukum menegakkan aturan. Meski telat, langkah itu harus diambil. Sama seperti yang diberlakukan Singapura dan Malaysia telah memiliki internal security act (ISA).

“Mereka bisa mengambil tindakan tanpa harus menunggu gerakan dia (teroris, red). Sekarang begitu kejadian baru kita sibuk mencarinya kan?” ungkapnya.

Di Malaysia dan Singapura, terang Pastika, begitu ada indikasi dan bukti permulaan (tidak harus cukup, red) pihak kemanan di negara tersebut sudah bisa bertindak.

“Seperti kata Kapolri kemarin. 500 anggota orang Indonesia eks ISIS sudah pulang. Sekarang di mana mereka? Kita tidak tahu. Ada 1.100 lebih masih di sana (Syria, red)

yang masih di sana dan belum pulang. Menunggu deportasi. Terus mau ke mana kita? Bagaimana caranya mengurus mereka? Tidak mungkin polisi mengawasi satu per satu itu,” paparnya. 

Pastika menegaskan fakta pengeboman di beberapa titik di Surabaya bukan masalah kecolongan atau tidak.

“Gimana kita tahu? Sekarang 500 orang lah baru pulang. Kalau 1.000 lagi pulang. Gimana mau mengawasi mereka.

Semua juga mereka sudah rela untuk mati makanya mereka pergi ke Suriah dan Iran. Jadi jangan heran satu keluarga mau mati dengan cara seperti itu,” tandasnya.

Gubernur asal Desa Patemon, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng itu menyebut terorisme sebagai masalah yang sangat krusial.

“Makanya kita buatlah undang-undang. Terorisme ini beda dengan perampokan. Tinggal ditongkrongin sama polisi tidak terjadi.

Kalau ini, nggak ada takutnya mereka. Mati itu bagi mereka jalan singkat ke sorga. Itu persoalannya,” tegas Pak Gub.

Gubernur Pastika menerangkan ajaran “berani mati” sudah tertanam dalam-dalam di benak seorang teroris.

Segala cara untuk mengarahkan mereka menjadi masyarakat normal sangat sulit. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/