31.6 C
Jakarta
25 November 2024, 17:02 PM WIB

Ekonomi Lesu, Market Bergeser, Pasar Rumah Subsidi Masih Menjanjikan

DENPASAR – Sejak 2015 investasi rumah di Bali mengalami penurunan. DPD Real Estate Indonesia (REI) Bali menduga, kondisi ini dipicu lesunya perekonomian yang berpengaruh terhadap laju pembelian rumah.

Penyebab lain karena terjadi pergeseran market. Konsumen yang awalnya membeli rumah ukuran besar, kini memilih segmen menengah dan kecil.

“Ini mempengaruhi investasi rumah yang diperuntukkan jual beli melemah. Karena konsumen lebih memilih sektor menengah kecil. Salah satunya rumah bersubsidi,” ujar Ketua DPD REI Bali Pande Agus Permana Widura kemarin (16/5).

Selain itu, kebijakan Bank Indonesia terkait pemberlakuan loan to value (LTV) untuk KPR, menyulitkan para investor untuk melakukan investasi perumahan.

Ini karena rumah nilai DP yang dikeluarkan untuk perumahan kedua dan seterusnya semakin meningkat hingga 50 persen dari harga rumah.

“Ini membuat investor berfikir. Karena dengan kebijakan itu, DP yang dibayarkan semakin tinggi jadi dianggap memberatkan,” jelasnya.

Dengan kondisi ini, investasi beralih, dari yang sebelumnya properti berpindah pada sektor lain.

Disinggung mengenai harga rumah yang cenderung turun, kondisi ini ternyata tidak menggeliatkan minat masyarakat untuk membeli rumah.

Misalnya, di Denpasar, harga rumah untuk jenis menengah minimal harganya Rp 500 juta. Di Kota Denpasar, masyarakat sangat sulit menjangkau mengingat harga tanah yang mahal.

“Pilihannya di daerah lain, dihitung dari UMK yang didapat belum bisa menjangkau. Sehingga rumah masih menjadi barang mewah yang belum bisa diwujudkan,” kata Pande.

Ada beberapa solusi yang ditawarkan agar masyarakat di Kota Denpasar bisa memiliki rumah dengan harga terjangkau.

Salah satunya, rumah susun yang bisa dijangkau dengan harga Rp 300 jutaan. Tahun 2016 lalu, backlog atau kebutuhan rumah di Bali mencapai 292.232 unit.

DENPASAR – Sejak 2015 investasi rumah di Bali mengalami penurunan. DPD Real Estate Indonesia (REI) Bali menduga, kondisi ini dipicu lesunya perekonomian yang berpengaruh terhadap laju pembelian rumah.

Penyebab lain karena terjadi pergeseran market. Konsumen yang awalnya membeli rumah ukuran besar, kini memilih segmen menengah dan kecil.

“Ini mempengaruhi investasi rumah yang diperuntukkan jual beli melemah. Karena konsumen lebih memilih sektor menengah kecil. Salah satunya rumah bersubsidi,” ujar Ketua DPD REI Bali Pande Agus Permana Widura kemarin (16/5).

Selain itu, kebijakan Bank Indonesia terkait pemberlakuan loan to value (LTV) untuk KPR, menyulitkan para investor untuk melakukan investasi perumahan.

Ini karena rumah nilai DP yang dikeluarkan untuk perumahan kedua dan seterusnya semakin meningkat hingga 50 persen dari harga rumah.

“Ini membuat investor berfikir. Karena dengan kebijakan itu, DP yang dibayarkan semakin tinggi jadi dianggap memberatkan,” jelasnya.

Dengan kondisi ini, investasi beralih, dari yang sebelumnya properti berpindah pada sektor lain.

Disinggung mengenai harga rumah yang cenderung turun, kondisi ini ternyata tidak menggeliatkan minat masyarakat untuk membeli rumah.

Misalnya, di Denpasar, harga rumah untuk jenis menengah minimal harganya Rp 500 juta. Di Kota Denpasar, masyarakat sangat sulit menjangkau mengingat harga tanah yang mahal.

“Pilihannya di daerah lain, dihitung dari UMK yang didapat belum bisa menjangkau. Sehingga rumah masih menjadi barang mewah yang belum bisa diwujudkan,” kata Pande.

Ada beberapa solusi yang ditawarkan agar masyarakat di Kota Denpasar bisa memiliki rumah dengan harga terjangkau.

Salah satunya, rumah susun yang bisa dijangkau dengan harga Rp 300 jutaan. Tahun 2016 lalu, backlog atau kebutuhan rumah di Bali mencapai 292.232 unit.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/