Sejak Minggu (6/5) rombongan sudah bergeser ke Provinsi Zhejiang, Tiongkok, sebuah provinsi yang disebut pula Zhe, dengan kota besarnya bernama Hangzhou. Ada Danau Sorga di tanah Ular Putih, ini.
M. RIDWAN-CANDRA GUPTA, Zhejiang
PROVINSI Zhejiang berbatasan dengan Provinsi Jiangsu dan Kota Shanghai utara, Provinsi Anhui di barat daya, Provinsi Jiangxi di barat, dan provinsi Fujian di selatan.
Rombongan delegasi media Bali bertolak dengan kereta cepat dari Stasiun Kereta Api Fuzhou, Provinsi Fujian menuju Hangzhou, Provinsi Zhejiang.
Jaraknya kurang lebih 1.000 kilometer dan hanya ditempuh dalam waktu empat jam. Zhejiang menjadi salah satu provinsi paling maju dan makmur di Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Bahkan, pendapatan masyarakatnya disejajarkan dengan masyarakat di negara maju lainnya. Mobil mewah bak kacang goreng di sini.
“Meski mobil mewah Eropa, 90 persen bahan dan perakitan dilakukan di Tiongkok,” kata Prof. Cai Jingcheng,
mantan Ketua Pusat Studi Indonesia Guangdong yang menjadi tour leader sekaligus penerjemah bagi delegasi Media Bali selama kunjungan di Tiongkok.
“Kalau sekarang, pemerintah sedang mendorong penggunaan mobil listrik. Selain lebih murah dan efisien, juga ada insentif bagi produsen dan konsumen,” tukasnya.
Hangzhou yang menjadi pusat kota Zhejiang memiliki banyak tempat-tempat wisata menarik. Bahkan, sudah terkenal sejak silam dan menjadi rujukan para kaisar untuk tempat beristirahat.
Hutan kota yang rindang dan tertata apik dengan bunga warna-warni, menjadi “sajian” utama saat memasuki kawasan kota.
Selain rimbun dan hijau, saluran got pembuangan juga bersih airnya. Tak salah jika kota ini terpilih sebagai tempat penyelenggaraan KTT G-20 pada 2016 lalu.
Kebetulan, bulan Mei di sana sedang musim semi. Cuaca dingin dan ekstrem, lebih dingin dibandingkan di Bedugul.
Matahari pun sudah terbit pukul 03.00 dini hari. Demikian, turis-turis mulai banyak berkunjung ke Hangzhou yang terkenal sebagai penghasil sutera alam terbaik di dunia.
Jadi, tujuan pertama rombongan langsung berkunjung ke Silk Museum. Museum sutera yang tak hanya tempat memajang barang yang terbuat dari sutera.
Namun, juga tempat edukasi dan bermain bagi anak-anak lewat taman bermain yang ada di dalam museum.
Ya, Tiongkok terus memacu keingintahuan generasi mudanya lewat beragam karya monumental bersejarah.
Ini tentu untuk meningkatkan rasa nasionalisme dan kebanggaan akan negara mereka. Jadi, tak salah dari beberapa museum yang dikunjungi terbilang ramai pengunjung.
“Pakaian dari Dinasti Han maupun Tang ada di sini (Silk Museum),” sebut Prof. Gunawan, panggilan akrab Prof. Cai Jingcheng.
Ada juga ragam alat tenun tradisional dari berbagai daerah. Nah, cukup sudah soal Silk Museum. Ada lagi tempat yang begitu menarik perhatian.
Khususnya, bagi turis asal Indonesia. Yakni, West Lake atau Danau Barat. Danau yang dijuluki “Surga di Bumi” ini masuk menjadi daftar warisan dunia UNESCO pada 2011 silam.
Keindahan alam danau yang terkenal sejak Dinasti Ting ini dikelilingi tiga gunung dan memiliki lima bagian yang dikelilingi taman serta pagoda yang menambah adem suasana.
Zaman kerajaan, areal danau masuk kawasan privat dan hanya kalangan bangsawan yang boleh masuk serta menikmati keindahan alam danau.
Demikian, itu zaman dulu. Sekarang, Danau Barat sudah menjadi pundi-pundi kunjungan wisatawan bagi Tiongkok alias dibuka untuk umum.
Bagi turis asal Indonesia sendiri, penyedia jasa wisata atau penjaja suvenir banyak yang mengerti Bahasa Indonesia.
Lebih mudah untuk tawar-menawar atau sekadar berkomunikasi. “Dulu luasnya 12 kilometer. Sekarang menjadi enam kilometer,” kata Perwakilan Hubungan Internasional Zhejiang, He Rongshen diamini Prof. Gunawan.
Berkeliling dengan sampan atau perahu khas Tiongkok menjadi pilihan rombongan untuk menikmati seluruh areal danau.
Air bening bak kaca dipadu nelayan yang sedang mencari ikan tentu menjadi nilai plus saat berwisata.
“Di sini juga kisah legenda ular putih yang filmnya terkenal di Indonesia. Bahkan, pagodanya juga ada.
Tapi, yang sekarang bukan bangunan yang asli karena sudah dipugar,” papar dia. Penyebab pagoda itu dipugar karena masyarakat banyak yang mengambil bata bangunan di pagoda yang dinilai bisa membawa keberuntungan.
Nah, lama-lama pagoda yang asli akhirnya runtuh. Tambah Prof. Gunawan di Danau Barat juga banyak terlahir pujangga-pujangga kenamaan asal Tiongkok.
Bahkan, di sisinya ada Taman Sun Yat Sen, seorang ilmuwan terkemuka yang merekomendasi Tiongkok harus ditata dengan cara yang baru.
“Tempatnya tenang, kalau orang mau pintar membaca buku di jembatan itu, cocok untuk mencari inspirasi,” tukas Prof. Gunawan sambil menunjuk ke arah jembatan yang melegenda itu. (*/bersambung)