RadarBali.com – Setelah tampil memukau dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-39, grup bondres asal Den Bukit, Buleleng, Susik Bondres kembali menghibur penonton Senin (10/7) malam.
Bertempat di Ksirarnawa Art Centre Denpasar, I Made Ngurah Sadika, 54, mementaskan racikan bondres–arja dengan lakon Putri Kembaran Yang Terbuang dalam ajang Bali Mandara Mahalango ke-4.
Susik Bondres melakukan penggalian plus pengembangan; memadukan kesenian tradisi dengan dunia masa kini.
Apa yang disuguhkan menjadi lebih indah dan tentunya sampai kepada penikmat. Sanggar Susik Bondres mementaskan bondres dengan pakaian arja dan mengadopsi pakem arja meski tak seluruhnya.
“Sebenarnya saya hanya mencoba. Bagaimana ya hasilnya?” tutur pemeran tokoh Susi sekaligus koordinator Susik Bondres sebelum pentas Senin malam.
Dijelaskannya Putri Kembaran Yang Terbuang berkisah tentang bayi perempuan kembar hasil hubungan asmara di luar nikah.
Untuk menutup aib dan rasa malu lantaran hamil dan melahirkan di luar nikah, sang ibu nekat meletakkan bayi kembar yang dilahirkannya di depan puri.
Sang raja yang iba memutuskan memungut dan merawat bayi kembar malang itu. Keduanya diberi nama Susik (diperankan I Made Ngurah Sadika) dan Mawar (Gde Arya Dharmadi).
Singkat cerita, bayi perempuan kembar itu tumbuh dewasa dan menjadi kesayangan sang raja. “Saya mengangkat cerita anak kembar ini karena melihat potensi anak saya yang juga mampu memerankan karakter Susik. Jadi saya angkat cerita anak kembar Susik dan Mawar,” jelasnya.
Dirinya menyebut fenomena bayi dibuang ini lekat dengan realitas yang dihadapi masyarakat Bali saat ini. Tak dipungkiri gerak dan cara bicara dan lontaran Arya Dharmadi merupakan copy paste sang ayah, Ngurah Sadika. Kembar identik.
Pada bagian awal bondres beraroma arja begitu kental. Menjelang bagian tengah hingga akhir pementasan lakon gaya bondres mengalir deras hingga penonton terpingkal-pingkal.
Kepiawaian Susik disambut celoteh cerdas Putu Raksa yang memerankan tokoh Mantri/Raja. Demikian juga Wayan Suryawan sebagai penasar, Ketut Suardana (wijil/bondres), Luh Rai (galuh).
Layaknya permainan bulutangkis, umpan kata dibalas kata hingga dialog menghibur terus menghibur. Penampilan Kadek Trima Asita sebagai condong juga tak bisa dipandang sebelah mata.
Menurut Ngurah Sadika tokoh Susik ditemukan dari karakter yang ada di masyarakat. Tepatnya dari karakter pedagang kecil yang banyak ditemukan di wilayah Buleleng.
“Ada seseorang dagang ya dakocan (dagang kopi cantik red) sebutannya di masyarakat. Wajahnya seperti itu. Kalau sedang dagang bawaan seperti itu manja, sok pintar, dan membuat gemes begitu,” bebernya.
Tentang tokoh Susik yang kerapkali di-copy paste kelompok lain, Ngurah Sadika mengaku hal itu sangat lumrah dan biasa saja.
“Soal tokoh Susik dipakai dan ditiru, saya sih biasa saja. Bahkan bangga lagi karena banyak orang yang memakai tokoh Susik. Itu tidak masalah bagi kami. Itu kita anggap bagian dari kesuksesan. Yang jelas dia (tokoh Susik lainnya-red) tidak merasa sebagai Susik yang asli. Penonton tahu itu,” jelas Ngurah Sadika.