DENPASAR – Gejolak tingginya harga daging ayam akibat larangan penggunaan antibiotik terhadap imbuhan pakan ternak, ternyata juga terjadi ternak babi.
Larangan penggunaan antibiotik itu merujuk pada Pasal 16 Permentan No 14 Tahun 2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan.
Kondisi ini membuat harga daging babi di pasaran meningkat, akibat bobot babi yang kurang maksimal.
Pantauan Jawa Pos Radar Bali di Pasar Badung (eks Tiara Grosir), harga daging babi yang sebelumnya Rp 50 ribu per kilogram, saat ini merangkak di harga Rp 60 ribu per kilogram untuk kualitas daging satu.
Sementara untuk kualitas daging dua yang sebelumnya Rp 45 ribu, saat ini harganya mencapai Rp 55 ribu per kilogram.
Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali I Ketut Hari Suyasa mengungkapkan, kenaikan harga daging babi yang terjadi sejak dua minggu terakhir dipicu oleh tingginya angka kematian anak babi.
Faktor lain karena adanya larangan penggunaan imbuhan pakan antibiotik membuat pertumbuhan babi melambat.
“Beratnya turun, karena tidak seperti biasanya. Kualitas sangat mempengaruhi perkembangan daya tahan tubuh babi,” terangnya.
Kondisi ini juga diperparah dengan harga pakan ternak yang mengalami peningkatan. Hanya saja, kenaikan harga pakan tidak serta merta memberi dampak pada kenaikan harga babi.
“Seringkali kenaikan harga pakan tidak berbanding lurus dengan kenaikan harga babi. Jadi, ini lebih karena dipengaruhi lambatnya perkembangan babi saat ini,” jelasnya.
Disinggung kerugian, dia mengatakan peternak tidak merugi. Justru memperoleh keuntungan dengan kenaikan harga daging babi ini.
Saat ini harga daging babi hidup di tingkat peternak mencapai Rp 30 ribu hingga Rp 32 ribu per kilogram. Sementara harga terendah pernah menyentuh Rp 23.000 per kilogram.