MANGUPURA – Dua pekan jelang arus mudik Lebaran, pelayanan di Terminal Mengwi mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak.
Wajar, sebab terminal terbesar di Bali itu sampai saat ini dinilai belum memberikan layanan prima pada masyarakat sebagai konsumen.
Mulai ketidakpastian keberangkatan bus, keberadaan para calo tiket hingga premanisme. Kondisi tersebut tak luput dari perhatian Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali.
Bersama pihak terkait seperti organisasi angkutan darat (Organda) Bali, wacana agar Terminal Mengwi direvitalisasi mencuat ke permukaan.
Direktur YLPK Bali I Putu Armaya, menuntut pemerintah membuat regulasi jelas yang mengatur pelayanan jasa di Terminal Mengwi.
Konsumen wajib mendapat perlindungan, kenyamanan dan keselamatan. “Jangan membiarkan calo-calo bergentayangan.
Keberadaan preman-preman di Terminal Mengwi juga harus dikikis,” tandas Armaya kepada Jawa Pos Radar Bali, kemarin.
Pria asli desa Bali Aga, Pedawa, Buleleng itu menegaskan bahwa masyarakat menginginkan rasa aman dan nyaman saat di terminal.
Selain mengetahui informasi harga tiket, waktu keberangkatan bus, setelah turun dari terminal juga berhak mendapat fasilitas angkutan yang mengantar ke tujuan berikutnya.
Pun dengan fasilitas kesehatan juga harus tersedia. Apalagi, lanjut Armaya, menjelang mudik Lebaran H-7 hingga H+7 bus AKAP menuju
luar maupun masuk Bali mesti memberi pelayanan prima konsumen, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU No 8/1999 tentang perlindungan konsumen.
Armaya menyarankan masyarakat mengadu ke YLPK jika tidak mendapat pelayanan prima. Caranya dengan menghubungi 081805501479.
“Kalau ada oknum sopir yang nakal dan seenaknya menurunkan penumpang sembarangan konsumen segera laporkan,” ucap pria 48 tahun itu.
Lebih lanjut, berdasar pasal 4 UU No 8/1999, konsumen berhak mendapat informasi yang baik, benar dan jujur sebagai pengguna jasa pelayanan transportasi darat.
Konsumen juga berhak mendapat rasa aman, nyaman dan selamat. Jika terjadi layanan kurang memuaskan maka konsumen bisa melakukan perlawanan hukum.
Misal ada oknum sopir nakal, bisa dituntut pasal 62 UU No 8/1999, dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda hampir Rp 2 miliar.
Karena itu, semua steakholder harus mengembalikan pelayanan terminal mengwi lebih baik lebih ramah pada konsumen.
“Pemerintah, siapapun yang punya tanggung jawab terhadap Terminal Mengwi, jangan saling tuding dan jangan sampai ada yang bermain. Konsumen bisa menuntut pemerintah karena konsumen punya hak,” tukasnya.
“Kami akan beri bantuan hukum gratis. Bila perlu sampai ke pengadilan,” tegas pria yang juga advokat itu.
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Angkutan Jalan Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Badung, I Nyoman Kariyasa menyebut posko mudik Lebaran di Terminal Mengwi direncanakan H- 10 sampai + 10.
Posko melibatkan gabungan instansi seperti kepolisian, Dinas Kesehatan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Jasa Raharja, serta instansi lainnya.
“Karena pengelolaan Terminal Mengwi menjadi kewenangan pusat, maka aemua yang mengoordinir dari pusat,” jelas Kariyasa.
Ditanya penanganan calo dan preman, Kariyasa menyebut dalam rapat gabungan persiapan mudik tidak membahas sejauh itu.
Namun, informasi yang dia dapat, pihak kepolisian akan segera menindak tegas calo-calo di terminal.