RadarBali.com – Anggota DPRD Bali kompak memrotes keputusan Mendagri yang menggolongkan Provinsi Bali sebagai daerah dengan kategori kemampuan keuangan sedang.
Dewan menilai keputusan kategori sedang tersebut tidak adil dan tidak berdasar. Dengan kategori sedang, maka kenaikan insentif dewan provinsi “hanya” naik lima kali.
Sedangkan sebelumnya eksekutif dan legislatif sudah sepakat memasang kategori tinggi dengan kenaikan insentif hingga tujuh kali lipat.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bali Nyoman Adnyana dan Sekretaris Komisi III, Ketut Kariyasa Adnyana menyatakan sebenarnya tidak masalah dengan kategori sedang.
Menurut Adnyana tidak masalah dengan kenaikan lima kali uang representatif. “Kami tidak memaksakan kehendak. Jangan masalah pendapatan dipaksakan, bisa penjara semua,” kata Adnyana.
Namun, politisi asal Bangli itu menilai ada hal tidak rasional dalam mendagri yang patut dipertanyakan.
Disparitas kemampuan keuangan antara kabupaten dan provinsi dianggap tidak adil. Jika provinsi Rp 4,5 triliun baru bisa dikategorikan tinggi, sedangkan kabupaten Rp 550 miliar sudah tinggi.
Selisih sembilan kali lipat itu yang menurutnya tidak adil. Dalam aturan baru ini kenaikan insentif reses sebanyak lima kali dari uang representasi.
Dewan juga berhak mendapat tunjangan transport dan tunjangan komunikasi insentif. Tunjangan komunikasi dewan direncanakan menerima Rp 15 juta setiap bulan.
Jika dipotong pajak dewan menerima sekitar Rp 13 jutaan. Hal itu belum termasuk tunjangan reses. Setiap tahun dewan melakukan tiga kali reses. Setiap kali reses dikasih tiga kali representasi.
Dewan juga berhak mendapat tunjangan transportasi dan rumah. Tunjangan rumah dan transportasi ini nilainya mencapai belasan juta.
Untuk tunjangan transportasi dan rumah, menurut Adnyana masih dihitung tim apprisal atau penilai. Intinya menjalankan aturan tidak bisa pakai rasa dan kehendak.
Harus ada aturan dan dasarnya yang jelas. “Dipasritas angka ini tidak mencerminkan keadilan. Uangnya lebih banyak dewan kabupaten, tugasnya banyak provinsi,” ujar Adnyana.
Kariyasa menambahkan, sejatinya dengan berlakunya PP 18/2017 tidak banyak tambahan yang didapat dewan.
Justru dewan harus mengembalikan mobil yang dipinjam karena sudah menerima uang transportasi.
“Mobil selama ini operasional kami yang biayai, servis dan perawatan kami sendiri,” terang Kariyasa.