Olwethu Sizwekazi Mcinga, 28, terdakwa kasus penyelundupan sabu-sabu seberat 1 kilogram asal Afrika Selatan ini akhirnya didampingi pengacara yang ditunjuk pihak pengadilan.
Selain kesulitan mengakses komunikasi dengan pihak keluarga, dia juga mengaku tak punya biaya.
DIDIK DWI PRAPTONO, Denpasar
SIANG itu, tatapan matanya tampak kosong. Sambil duduk di balik terali sel tahanan khusus perempuan PN Denpasar, dia juga sesekali terlihat menerawang sambil menunggu giliran jadwal sidang.
Entah apa yang sedang ada dalam benak pikiran dari perempuan dengan kulit gelap dan rambut bercat pirang itu.
Terdorong rasa penasaran, Jawa Pos Radar Bali mencoba mengonfirmasi kke penasihat hukumnya Yanuar Nahak dan Charlie Usfunan.
Menurut Yanuar, nasib kliennya kini terkatung-katung. Menurutnya, sejak ditangkap hingga menjalani proses persidangan dia belum bisa menghubungi sanak keluarganya.
Bahkan, agar bisa mendapatkan akses, tim penasihat hukum yang ditunjuk oleh pengadilan pun berusaha berkomunikasi dengan konsulat Afrika Selatan di Jakarta.
Namun, untuk mendapat akses pihak konsulat meminta legalitas penunjukan sebagai kuasa hukum kepada tim pengacara.
“Konsulat untuk Afrika Selatan tidak ada di Bali. Jadi, kami berupaya membangun komunikasi sejak terdakwa ditangkap sampai proses persidangan. Terdakwa juga terus mencoba komunikasi dengan keluarganya. Namun aksesnya sangat tertutup,” jelas Yanuar kemarin (14/8) di PN Denpasar.
Untuk bisa mendapat akses berkomunikasi dengan pihak keluar yang bersangkutan, lanjut Yanuar pihaknya telah meminta surat penetapan atau surat kuasa kepada pengadilan.
Ditunjuknya Yanuar dan Charlie sebagai pendamping atau kuasa hukum terdakwa di pengadilan, karena terdakwa sendiri tidak mempunyai biaya untuk menyewa jasa pengacara.
“Jadi, kami meminta kepada pengadilan untuk surat penetapan kuasa, karena dari konsulat Afrika Selatan yang ada di Jakarta meminta kami selaku penasihat hukumnya harus ada legalitas. Penetapan kami sebagai pendamping (kuasa hukum) kan dari pengadilan, karena terdakwa tidak memiliki biaya. Jadi, kami minta surat penetapan kuasa,” papar Yanuar.
Pihaknya berharap dengan dikeluarkannya surat penetapan dari pengadilan, terdakwa bisa menghubungi keluarganya dan bisa membantu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Semoga dengan terbitnya penetapan dari pengadilan, kami bisa berkomunikasi dengan keluarga, supaya terdakwa bisa mendapat akses itu. Karena sampai saat ini terdakwa tidak bisa berkomunikasi dengan keluarganya, dan dia sama sekali tidak punya keluarga di Bali,” harapnya.
Sementara, terkait persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari Kepabeanan Bea dan Cukai Ngurah Rai yakni Stevy Parangan.
Yanuar menerangkan apa yang diterangkan ahli mengenai tugas dan kewenangan. “Keterangan ahli tadi sesuai dengan keahliannya karena dia bukan saksi fakta. Jadi, ahli hanya menyampaikan tugas dan kewenangannya sebagai kepala Seksi Pelayanan dan Kepabeanan Bea dan Cukai,” terang Yanuar.
Selain itu, sesuai keterangan ahli menerangkan barang yang masuk dari luar negeri itu wajib didata. Apalagi berhubungan dengan narkoba.
“Tadi juga ahli menghadirkan bukti yang ternyata terdakwa tidak mengisi data, bahwa ada narkoba yang dia bawa. Dari sana kecurigaan dari pabean muncul, dan setelah dilakukan penyidikan ditemukan narkoba,” imbuh Yanuar.
Usai mendengarkan keterangan ahli di persidangan, sidang pun akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan terdakwa. “Minggu depan sidangnya pemeriksaan terdakwa,” ungkap Yanuar.
Sebagaimana diketahui, dalam sidang dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), mendakwa Olwethu Sizwekazi dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.
JPU Fhitrah mendakwa Olwethu Sizwekazi dengan dakwaan primer dan subsider. Yaitu dakwaan primer pasal 113 ayat (2) UU RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dia juga dijerat dakwaan subsider pasal 112 ayat (2) UU RI No.35 Tahun 2009 tentang narkotika.