SINGARAJA – Para petani di Kecamatan Seririt dan Gerokgak gigit jari. Sudah dua tahun terakhir mereka tak bisa menanam padi.
Gara-garanya saluran irigasi yang mengairi lahan pertanian, ditutup dan dipersempit oleh pengembang perumahan. Para petani pun dibuat meradang namun tak bisa berbuat banyak terkait kondisi tersebut.
Diperkirakan ada ratusan hektare lahan yang kini tak mendapat air irigasi. Lahan itu tersebar dari Desa Banjarasem dan Desa Kalisada di Kecamatan Seririt, hingga Desa Tukadsumaga di Kecamatan Gerokgak.
Lahan pertanian pun kini benar-benar menjadi tidak produktif. “Bagaimana mau menanam pak. Di subak lain bisa menanam padi dua sampai tiga kali.
Kami mau menanam padi sekali setahun saja tidak bisa,” keluh Kelian Subak Pangkung Kunyit, Made Darmawan.
Darmawan menilai akar persoalan sebenarnya bermula dari pengembang perumahan yang menutup saluran irigasi.
Bukan hanya menutup, pengembang juga mempersempit saluran irigasi. Saluran yang tadinya memiliki lebar tiga meter, dipersempit menjadi satu meter.
Parahnya lagi, di dalam saluran irigasi yang dipersempit itu, dibangun tiang-tiang penyangga. Panjang saluran irigasi yang ditutup mencapai 32 meter.
Sebenarnya sempat muncul perjanjian bahwa pengembang akan membongkar penutup saluran subak dan mengembalikan saluran irigasi seperti sediakala.
Pengembang berjanji menuntaskan hal itu pada bulan Januari lalu. Namun hingga kini tak ada realisasi.
“Waktu itu pihak pengembang yang diwakili oleh orang kepercayaan minta waktu dua hari untuk menyampaikan ke pemilik perumahan. Tetapi sampai saat ini tidak ada tindaklanjutnya. Irigasi subak juga tidak dibongkar,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Buleleng, Ketut Suparta Wijaya mengatakan, pihaknya tidak punya kewenangan menegur apalagi membongkar penutupan saluran irigasi tersebut.
Pasalnya, saluran irigasi itu bagian dari Daerah Irigasi (DI) Tukad Saba yang asetnya tercatat di Balai Wilayah Sungai Bali-Penida.
Pihaknya menyanggupi memfasilitasi krama subak bertemu dengan BWS, untuk menyikapi masalah tersebut.
“Karena ini kewenangannya BWS. Kalau menghadapi sedimen, kami masih bisa bantu pakai alat berat. Tapi, karena masalahnya begini, tentu harus BWS yang turun tangan. Kami siap fasilitasi petani datang ke BWS,” pungkas Suparta.