Potret kehidupan toleransi dan pluralisme di Kabupaten Buleleng, hingga kini masih terjaga dengan ajeg. Hal itu bisa terlihat saat momen perayaan Idul Fitri
yang berlangsung di Kelurahan Kampung Singaraja. Warga yang memeluk agama Islam maupun Hindu, turut merayakan hari raya Idul Fitri. Seperti apa?
EKA PRASETYA, Singaraja
SUASANA kebersamaan antarumat beragama di hari raya Idul Fitri, Jumat (15/6) pagi kemarin begitu terasa di Kelurahan Kampung Singaraja, Bulelelng.
Nyama Bali (umat Hindu, Red) dan Nyama Selam (umat Islam, Red) melakukan acara megibung alias makan bersama.
Acara itu bukan hanya formalitas belaka. Melainkan sudah menjadi tradisi yang berlangsung secara turun temurun.
Acara megibung dipusatkan di halaman Masjid Nurjaman. Masjid ini kebetulan terletak di pertengahan pemukiman warga.
Sebelum megibung dimulai, Nyama Selam lebih dulu menyelenggarakan salat Ied di masjid setempat.
Setelah salat Ied, sejumlah Nyama Bali pun akan datang ke kawasan masjid untuk memberikan ucapan selamat dan melakukan silaturahmi.
Selanjutnya Nyama Selam dan Nyama Bali pun melakukan acara megibung. Bukan hanya masyarakat biasa yang bergabung dalam acara tersebut.
Tak jarang tokoh dari Puri Kanginan juga tedun untuk bersilaturahmi dan ikut acara megibung. Sebelum makan, semuanya akan bergabung lebih dulu.
Mereka lantas membentuk kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas 5-6 orang. Selanjutnya kelompok itu mendapat jatah satu nampan nasi berisi lauk.
Mereka terlihat guyub berada dalam satu kelompok, tanpa mempedulikan suku, agama, maupun ras.
Tokoh masyarakat Kampung Singaraja, Agus Murjani mengatakan, megibung sudah menjadi semacam tradisi turun menurun.
Tak diketahui secara pasti sejak kapan megibung mulai dilaksanakan. Warga yakin, tradisi itu sudah dimulai sejak tahun 1700-an silam.
“Ini bentuk kerukunan dan kebersamaan antara masyarakat Hindu dan Muslim di wilayah ini. Kami juga tidak boleh melupakan sejarah. Keberadaan kami di pemukiman ini, tak lepas dari restu dan izin dari keluarga puri,” kata Agus.
Salah seorang Nyama Bali yang tinggal di Kampung Singaraja, Bob Suardika mengungkapkan, selama ini kebersamaan antara Nyama Bali dengan Nyama Selam di Kampung Singaraja sangat erat.
Semua pihak saling membantu, baik dalam suka maupun duka. “Kalau yang muslim ada hajatan, kami yang Hindu ini membantu kesana.
Begitu juga sebaliknya, kalau misalnya saya ada upacara adat, Nyama Selam ini pasti membantu,” ujar Bob Suardika.
Sementara itu Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna yang kemarin ikut megibung, mengapresiasi tradisi tersebut.
Gede Supriatna mengatakan kehidupan di Kampung Singaraja mencerminkan kehidupan antarumat beragama yang rukun dan guyub.
“Hal seperti ini yang menjaga kehidupan antarumat beragama di Buleleng itu menjadi lebih rukun. Kehidupan seperti ini yang harus kita pertahankan,” kata Supriatna.
Selain menggelar megibung, kemarin kitab suci Al Quran yang diperkirakan telah berusia 404 tahun, diperlihatkan pada masyarakat setempat. Kitab itu diyakini sebagai salah satu kitab tertua di Bali. (*)