DENPASAR – Patroli pengawasan persiapan Pilkada Bali dilakukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bali di sembilan kabupaten/kota.
Selain mengecek kesiapan logistik, Bawaslu juga terus mengingatkan pencegahan adanya “serangan fajar” alias jual beli suara di tengah masyarakat.
Bawaslu menilai praktik money politics itu perlu diantisipasi jelang hari pencoblosan Rabu (27/6) besok.
Bawaslu mengintsruksikan panitia pengawas lapangan (PPL) intensif turun ke lapangan.
Yang menarik, nonton bareng atau nobar piala dunia yang berlangsung pada malam hari bisa menjadi modus operandi “serangan fajar”.
Momen nobar yang menjadi ajang kumpul banyak orang bukan tidak mungkin dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab.
“Saya jadi terpantik mengawasi nobar. Nobar piala dunia jangan sampai dijadikan ajang money politics.
Masyarakat jangan mau dibeli suaranya dengan dikasih uang Rp 50 ribu atau Rp 100 ribu,” tandas anggota Bawaslu Bali, I Ketut Sunadra kemarin.
Money politics tidak hanya berbentuk uang. Janji memberikan materi lainnya juga merupakan money politics. Sunadra meminta semua pihak tidak ada yang terlibat money politics.
Tim sukses (timses), simpatisan pasangan calon (paslon), serta pemilih diminta menjauhi money politics. “Money politics itu tindak kejahatan,” tukasnya.
Sunadra sadar pengawasan di lapangan tidak bisa melekat selama 24 jam. Karena itu, pihaknya meminta peran serta masyarakat untuk melaporkan jika ada indikasi money politics.
Sunadra kembali menegaskan, sanksi dari money politics tidak main-main. Dijelaskan Sunadra, bagi pihak yang melakukan money politics diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Sanski tersebut tertuang dalam Pasal 73 ayat (1) sampai (5) juncto Pasal 135 A, UU RI No 10/2016 tentang Pilgub, Pilbup, dan Pilwali.
“Jika paslon terbukti melakukan money politics, maka pencalonannya dibatalkan tanpa melupakan sanksi pidana pemilihan bagi pemberi atau penerima,” beber koordinator divisi hukum dan penindakan pelanggaran Bawaslu Bali itu.