DENPASAR – Ratusan orang yang memadati ruangan Gedung Ksirarnawa, Art Center, Denpasar, terpingkal-pingkal
menyaksikan pentas bondres modern yang ditampilkan duta Kabupaten Tabanan dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40, kemarin.
Tidak hanya menampilkan humor segar, bondres yang dikomandoi I Made Sudarsana itu juga menyuguhkan sajian yang berbeda dari bondres biasanya.
Perbedaan paling kentara yakni selain lima orang pemeran bondres tidak memakai topeng, iringan musik juga tidak terbatas pada tembang-tembang tradisional seperti gending pupuh.
Iringan musik yang dimainkan adalah musik pop, rock, bahkan dangdut yang diselipkan di tengah jalannya cerita. Tak ayal, kombinasi tradisional – modern itu mampu menghangatkan suasana.
Tidak hanya itu saja, dialek serta celetukan khas Tabanan seperti “Aruuuh” dan “Leak Ibo Gung” membuat penonton tertawa lepas.
Kalimat pelesetan seperti tidak mahal: takkasihmurah, tidak punya uang: sakukurata, dan anjingku mati: asuku seda, semakin mengocok perut penonton.
Penonton yang berjubel tidak mendapat kursi pun rela berdiri selama hampir satu jam. Cerita yang dipanggungkan pun ringan dengan
mengangkat realita di tengah masyarakat Tanah Lot, Tabanan. Cerita yang diangkat yakni kehidupan pedagang acung di Tanah Lot.
Tingkah turis yang doyan berfoto tapi pelit belanja juga diselipkan. Ada lima lakon dalam bondres Tabanan. Yakni meme dan putrinya, guide, pecalang, serta tamu Jepang.
Sosok pemeran utama dalam cerita ini adalah meme dengan putrinya bernama Sekar sebagai pedagang acung.
I Gede Komang Kartono Yasa sukses memerankan sosok Meme atau ibu yang cerewet, judes, namun centil.
“Cerita yang dibawakan hari ini tentang pariwisata di Tanah Lot. Pedagang itu harus jujur, tidak boleh menipu tamu,” ujar Kartono diwawancarai usai pentas.
Benang merah dari jalan cerita yang ditampilkan yaitu Meme dan putrinya dagang nasi bungkus keliling.
Suatu hari, dia dan seorang pedagang acung lainnya mendapat pembeli dari turis Jepang. Singkat cerita, turis Jepang ketinggalan tas beserta isinya.
Meme berniat mengembalikan, namun temannya melarang serta berusaha menguasai tas tersebut. Meme dan putrinya melapor pecalang, hingga tas kemudia dikembalikan.
“Kalau dagang di Tanah Lot tidak boleh membohongi tamu. Membangun usaha itu harus jujur,” tutur seniman asal Buahan itu.
Yang menarik, meski sukses menghibur penonton ternyata persiapan Kartono dkk amat singkat. Kartono dkk hanya dua hari menyiapkan diri.
Bahkan, latihan pentas hanya sehari. Kesibukan masing-masing pemain dan daerah berbeda membuat mereka sulit disatukan.
Bahkan, saat pentas Kartono mengaku belum hafal naskah. Pemain diberi skenario dan tidak boleh hilang dari benang merah.
Meski begitu, pengalaman masing-masing pemain membuat panggung tetap hidup. Kartono sendiri mulai terjun menjadi bondres sejak 2013.
“Kami penyesuaian di atas panggung saja. Semua (improvisasasi) tadi spontanitas Persiapannya dua hari lalu. Saya sebenarnya tadi deg-degan,” ungkap Kartono sedikit kemayu.
Diwawancarai terpisah, I Made Sudarsana menjelaskan, tema cerita yang diangkat sesuai dengan tema PKB ke-40, yaitu api sebagai spirit kehidupan.
“Spirit api yang dipetik dari cerita tadi adalah semangat membawa kejujuran. Dari cerita tadi kita belajar, bahwa rezeki
bukan kita yang mengatur. Kita hanya berusaha, yang paling penting kejujuran. Citra Bali harus dijaga,” tegas pria 50 tahun itu.
Lebih lanjut Sudarsana menjelaskan, bondres modern yang ditampilkan duta Kabupaten Tabanan juga sudah sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan panitia.
Mulai dari umur pemain bondres 17 – 30 tahun, penabuh gamelan maksimal 15 orang, dan durasi yang ditampilkan maksimal 1 jam.
Kendati demikian, Sudarsana menyebut jika bondres yang dibawakan memang belum pernah dibawakan bondres lainnya.
Seperti kostum sesuai karakter, serta musik yang mengiringi bondres bervariasi. Namun, dia menjamin tidak keluar pakem.
Menurut Sudarsana, kesenian harus terus berkembang mengikuti perubahan zaman. Dulu bondres menggunakan topeng.
Setelah itu mengandalkan make up atau rias wajah. Maka, sekarang berusaha tampil natural sesuai karakter lakon yang dibawakan.
“Kesenian tanpa perkembangan akan punah. Kami mengikuti zaman membuka kesempatan berkreativitas,” tandas pria asal Desa Kerambitan itu.