Oleh: Dahlan Iskan
Najib hanya satu malam di tahanan. Kemarin pagi Najib Razak sudah bisa kumpul keluarganya lagi: dengan jaminan yang satu juta ringgit. Atau sekitar Rp 1,5 miliar.
Itulah hukum di Malaysia. Yang lebih banyak berdasar hukum di Inggris –negara yang menjajahnya dulu.
Selasa lalu mantan perdana menteri itu ditangkap. Dengan empat tuduhan: korupsi semua. Yang menangkap: KPK-nya Malaysia. Ditahannya pun di tahanan KPK.
Tapi –inilah bedanya– KPK harus menguji tuduhannya itu di pengadilan. Dalam waktu kurang dari 24 jam. Kejaksaan pun demikin: tidak bisa langsung menuduh dan menahan berhari-hari. Bahkan berbulan-bulan.
Sebelum 24 jam KPK harus minta putusan pengadilan: apakah tuduhannya itu kuat atau tidak. Berdasar bukti atau tidak. Kejaksaan pun harus melalui proses itu.
Pihak tersangka bisa mengajukan sanggahan. Tinggal hakim yang memutuskan: bebas atau tetap jadi tersangka. Kalau tetap tersangka: ditahan atau tidak. Kalau tidak ditahan: pakai uang tebusan atau tidak.
Dalam kasus Najib kemarin KPK melimpahkan perkara ke kejaksaan agung. Jaksa Agunglah yang membawa perkara itu ke pengadilan.
Biasanya perkara seperti itu dibawa ke pengadilan tingkat distrik: session court. Pengadilan paling rendah. Tapi karena perkara Najib ini besar, pengadilan session menyerahkan putusannya ke pengadilan tinggi.
Sebelum matahari terbit –kemarin– wartawan sudah kumpul di pengadilan distrik. Beberapa menit kemudian satu regu polisi tiba: memeriksa tempat parkir dan ruang pengadilan.
Pukul 08.25 Najib tiba di pengadilan. Pukul 08.30 polisi mendaftar wartawan: mewakili media apa saja. Lalu mengajak wartawan masuk: menempati bangku baris ketiga dan keempat.
Tidak semua wartawan bisa masuk. Tempat duduk terbatas. Bangku deretan pertama dan kedua kosong: nunggu keluarga dan kerabat Najib.
Pukul 09.04 pengacara Najib tiba.
Pukul 09.05 sidang dimulai.
Pukul 09.15 tuduhan dibacakan.
Saat tiba di pengadilan Najib mengenakan jas biru tua dan dasi merah. Wajahnya ceria –atau diceria-ceriakan.
Senyumnya terus mengembang. Ia tegar. Percaya diri. Yakin bisa lolos dari hukuman.
Setelah tuduhan itu dibacakan hakim tunggal itu pun bertanya: apakah Najib mengerti tuduhan tersebut. Najib hanya mengangguk.
Pukul 10.39 perkara dibawa ke pengadilan tinggi. Untuk dimintakan putusan.
Najib pun ikut ke pengadilan tinggi. Yang berada di komplek yang sama. Jalannya tegap. Wajahnya tetap optimistis. Senyumnya tidak berkurang.
Di pengadilan tinggi itulah Najib mengajukan –ini juga tidak ada dalam sistem di pengadilan Indonesia– penyataan tidak bersalah.
Artinya: kalau bukti tidak kuat agar dibebaskan. Dan kalau bukti kuat agar diadili.
Dalam sistem ini seorang tersangka bisa saja mengajukan pernyataan mengaku bersalah.
Kalau sudah begitu tidak perlu diadili. Langsung saja hakim memutuskan berapa lama hukumannya. Mengaku bersalah seperti itu juga bisa meringankan hukuman. Juga tidak perlu proses pengadilan yang panjang dan bertele-tele. Tidak perlu memeriksa saksi-saksi. Tidak perlu memeriksa barang bukti.
Tapi Najib menyatakan tidak bersalah. Berarti akan ada proses peradilan. Tapi ia minta agar proses peradilannya fair.
Ada permintaan lain dari Najib: agar tidak ditahan. Sejak awal jaksa agung juga tidak ngotot minta agar Najib ditahan.
Alasan penahanannya memang kurang kuat –dari kacamatan hukum Malaysia. Ini alasannya: sudah hampir dua bulan Najib dicekal, tidak ada usaha kabur.
Sejak awal jaksa agung hanya minta tubusan yang tinggi. Satu juta ringgit untuk satu tuduhan. Berarti total: 4 juta ringgit. Sekitar Rp 5 miliar.
Pengacara Najib menganggap itu terlalu tinggi.
Pukul 11.53 hakim tunggal pengadilan tinggi itu, Mohd Sofian Abd Razak, akhirnya memutuskan: bukti untuk menuduh Najib cukup kuat. Berarti Najib harus diadili.
Hakim juga memutuskan agar proses peradilannya nanti dilakukan pada Februari 2019. Dan Maret 2019 sudah selesai. Putusan lain: Najib tidak perlu ditahan. Dengan jaminan uang satu juta ringgit.
Selesai.
Pukul 15.25 Najib pulang ke rumahnya. Istrinya, Rosma, sudah terlanjur meninggalkan rumah itu Senin siang. Dua jam sebelum suaminya ditahan KPK. Entah ke mana. Rosma juga tidak tampak hadir di pengadilan kemarin.
Namun ternyata Rosma ada di komplek pengadilan. Bahkan pidato di depan pendukung suaminya. ”Jangan ada yang menangis. Tidak boleh ada airmata,” kata Rosma.
Dalam perjalanan pulang pun Najib dielu-elukan ratusan pendukungnya. ”Hidup Najib! Hidup Najib!” teriak mereka.
Di luar gedung KPK ratusan orang juga demo. Mendukung Najib. Tidak sebanyak yang diperkirakan. Mereka membawa banner: bebaskan Najib.
Kelompok Melayu membawa banner dalam bahasa Melayu. Kelompok Tionghoa pakai tulisan mandarin. Kelompok India pakai tulisan Urdu dan Inggris.
Mereka juga menuntut agar Najib diperlakukan secara terhormat. ”Najib itu mantan perdana menteri,” kata mereka. ”Jasanya banyak juga untuk Malaysia. Terutama selama sembilan tahun memimpin Malaysia,” tambahnya.
Tidak menahan Najib rasanya cukup bijak. Tinggal nanti beradu bukti di pengadilan. Inilah pengadilan pertama untuk seorang perdana menteri di Malaysia. Suatu hil yang mustahal di masa lalu.
Penangkapan Najib itu hanya berselang tiga hari dari peristiwa penting: muktamar UMNO. Partai suku melayu yang sebelumnya dipimpin Najib. Dan sebelumnya lagi dipimpin Mahathir Muhamad.
Saya meleset: yang terpilih menjadi ketua umum UMNO ternyata Ahmad Zahid Hamidi. Yang selama ini wakilnya Najib. Bukan Tengku Razaleigh seperti yang saya perkirakan.
Tapi pemilihan Zahid Hamidi itu terlalu beresiko. Partai bisa tidak stabil. Zahid terlalu dekat dengan Najib. Sudah mulai diperiksa juga oleh KPK-nya sana.
Ada yang unik dalam proses perkara ini. Kening Jaksa Agung Tommy Thomas sempat berkerut. Ketika jaksa membacakan tuduhan itu dalam bahasa Melayu.
Tommy Thomas sejak awal mengakui bahasa Melayunya belepotan. Ia juga berjanji akan menyemir kemampuan Melayunya itu: agar lebih mengkilap.
Sampai kemarin semirannya tampaknya belum begitu berhasil. Jaksa Agung mengajukan permintaan ini: agar proses peradilan ini nanti bisa dilangsungkan dalam bahasa Inggris. (dis)