29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:24 AM WIB

Ingatkan Tanggung Jawab Seorang Pemimpin

RadarBali.com – Mengingatkan pemimpin pemerintahan untuk berlaku adil bisa dilakukan dengan berbagai cara.

Dan,  Sanggar Seni Madu Raras, Gianyar mencoba melakukan kritik dan saran kepada para pemimpin lewat pementasan Drama Tari Parwa Anyar Inovatif yang dipentaskan di kalangan Ayodya, Taman Budaya, Denpasar, Jumat (18/8) malam.

Sanggar seni yang berasal dari Banjar Pujung Kaja, Desa Sebatu, Tegallalang, Gianyar, ini tampil dengan lakon bertajuk Parwa.

Latar belakang cerita ini merupakan kisah yang terjadi di jaman Kaliyuga. Di mana dunia mulai terasa panas tak ubahnya neraka.

Hal itu membuat Raja Yudistira merasa iba kepada rakyat yang tertimpa wabah penyakit. Di masa sulit itu bangkit Sangsemara alias Tualen.

Tualen merupakan penjelmaan Sang Hyang Ismaya. Tualen memberi solusi dengan penjajakan ke Siwa Loka. Atas anugerah Sang Hyang Tunggal akhirnya situasi dunia dapat pulih seperti sedia kala.

“Jadi seorang pemimpin harus mulat sarira,” tutur Kordinator, Pande Made Rahajeng, saat ditemui usai pertunjukan.

Sebagai sebuah karya seni yang mengusung kritik, tidak heran dalam pementasan tersebut dialog-dialog menggelitik antara sang Suratma dengan atma-atma terus dilontarkan.

Mulai dari sang koruptor hingga tukang kapling tanah menjadi dialog segar nan menggelitik. “Kami dari kalangan seniman, dengan cara seperti ini mengkritik dan mengingatkan para pejabat kita yang mengingkari tanggungjawab dan hanya mengejar haknya,” jelas Pande Rahajeng.

Kondisi ini, menurut Pande Rahajeng, tidak hanya terjadi di Bali saja, tetapi juga di Indonesia pada umumnya.

Tidak heran jika kemudian banyak pejabat yang baru naik atau sedang menjabat terjerat korupsi.

“Mereka orang-orang jadi baru jadi pemimpin langsung masuk penjara karena korupsi itu kan moral mereka tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh rakyat,” tambah Pande Rahajeng.

Parwa merupakan sebuah seni teater klasik di Bali yang cukup sulit untuk dipentaskan. Pasalnya, dalam Parwa ini para seniman harus bisa memadukan vokal, bahasa Kawi, sesendonan, bebaturan, dan gegendingan yang betul-betul khusus dengan dialek pewayangan.

Kesulitan ini pula yang membuat Parwa tidak banyak digandrungi oleh anak muda.  Pada pementasan ini personil yang terlibat umumnya penari wayang wong Ramayana, sehingga tidak terlalu sulit mementaskannya.

“Sebab style Parwa dengan wayang wong Ramayana itu mirip, hanya ceritanya berbeda,” tandasnya.

Pementasan Drama Tari Parwa Anyar Inovatif, Sanggar Seni Madu Raras, Gianyar malam itu melibatkan 60 orang peserta yang terdiri dari penari, penabuh hingga kru pendukung.

RadarBali.com – Mengingatkan pemimpin pemerintahan untuk berlaku adil bisa dilakukan dengan berbagai cara.

Dan,  Sanggar Seni Madu Raras, Gianyar mencoba melakukan kritik dan saran kepada para pemimpin lewat pementasan Drama Tari Parwa Anyar Inovatif yang dipentaskan di kalangan Ayodya, Taman Budaya, Denpasar, Jumat (18/8) malam.

Sanggar seni yang berasal dari Banjar Pujung Kaja, Desa Sebatu, Tegallalang, Gianyar, ini tampil dengan lakon bertajuk Parwa.

Latar belakang cerita ini merupakan kisah yang terjadi di jaman Kaliyuga. Di mana dunia mulai terasa panas tak ubahnya neraka.

Hal itu membuat Raja Yudistira merasa iba kepada rakyat yang tertimpa wabah penyakit. Di masa sulit itu bangkit Sangsemara alias Tualen.

Tualen merupakan penjelmaan Sang Hyang Ismaya. Tualen memberi solusi dengan penjajakan ke Siwa Loka. Atas anugerah Sang Hyang Tunggal akhirnya situasi dunia dapat pulih seperti sedia kala.

“Jadi seorang pemimpin harus mulat sarira,” tutur Kordinator, Pande Made Rahajeng, saat ditemui usai pertunjukan.

Sebagai sebuah karya seni yang mengusung kritik, tidak heran dalam pementasan tersebut dialog-dialog menggelitik antara sang Suratma dengan atma-atma terus dilontarkan.

Mulai dari sang koruptor hingga tukang kapling tanah menjadi dialog segar nan menggelitik. “Kami dari kalangan seniman, dengan cara seperti ini mengkritik dan mengingatkan para pejabat kita yang mengingkari tanggungjawab dan hanya mengejar haknya,” jelas Pande Rahajeng.

Kondisi ini, menurut Pande Rahajeng, tidak hanya terjadi di Bali saja, tetapi juga di Indonesia pada umumnya.

Tidak heran jika kemudian banyak pejabat yang baru naik atau sedang menjabat terjerat korupsi.

“Mereka orang-orang jadi baru jadi pemimpin langsung masuk penjara karena korupsi itu kan moral mereka tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh rakyat,” tambah Pande Rahajeng.

Parwa merupakan sebuah seni teater klasik di Bali yang cukup sulit untuk dipentaskan. Pasalnya, dalam Parwa ini para seniman harus bisa memadukan vokal, bahasa Kawi, sesendonan, bebaturan, dan gegendingan yang betul-betul khusus dengan dialek pewayangan.

Kesulitan ini pula yang membuat Parwa tidak banyak digandrungi oleh anak muda.  Pada pementasan ini personil yang terlibat umumnya penari wayang wong Ramayana, sehingga tidak terlalu sulit mementaskannya.

“Sebab style Parwa dengan wayang wong Ramayana itu mirip, hanya ceritanya berbeda,” tandasnya.

Pementasan Drama Tari Parwa Anyar Inovatif, Sanggar Seni Madu Raras, Gianyar malam itu melibatkan 60 orang peserta yang terdiri dari penari, penabuh hingga kru pendukung.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/