25.2 C
Jakarta
24 November 2024, 6:36 AM WIB

PPDB Denpasar dan Tabanan Tak Beres, Ancam Pidanakan Pemalsu SKTM

DENPASAR – Tidak hanya jalur zonasi yang membuat gaduh penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2018.

Jalur prestasi dan keluarga tidak mampu atau miskin juga tak kalah memicu polemik. Diduga banyak penggunaan sertifikat prestasi bodong dan surat keterangan tidak mampu (SKTM) palsu agar bisa diterima di sekolah negeri.

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Provinsi Bali tidak tinggal diam atas sengkarut yang terjadi.

Kepala ORI perwakilan Provinsi Bali, Umar Ibnu Alkhatab menyatakan kemarin mulai mengirim tim ke lapangan untuk menyelidiki kebenaran informasi beredarnya sertifikat prestasi dan SKTM palsu.

Tim tersebut bertugas mengecek kebenaran sertifikat dan SKTM ke sejumlah sekolah negeri. “Ada beberapa sekolah negeri

di Denpasar dan Tabanan yang kami jadikan sampel. Di Denpasar di antaranya SMAN 1, 2, dan 4,” ungkap Umar kepada Jawa Pos Radar Bali.

Dipilihnya Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan karena banyaknya informasi ketidakberesan PPDB di dua wilayah tersebut.

Tim ORI akan turun hingga dua hari ke depan. Tim akan melakukan home visit atau mengunjungi rumah siswa yang menggunakan SKTM. Pun dengan siswa yang memakai jalur prestasi.

Umar menegaskan, kika ternyata ditemukan sertifikat atau SKTM palsu maka ORI langsung memerintahkan sekolah mencoret siswa tersebut.

Lebih dari itu, ORI juga tidak segan memproses ke jalur hukum. “Kalau terbukti sertifikat dan SKTM-nya palsu sekolah harus mencoret (siswa).

Pemalsuan dokumen tersebut tindak pidana, dan kami akan serahkan pada kepolisian untuk menindaklanjuti,” tukas pria asal Kepulauan Solor, Flores Timur itu.

Dugaan SKTM palsu menurut Umar sudah terbukti di Kabupaten Gianyar. Umar mendapat laporan langsung dari kepala sekolah atas temuan SKTM yang tidak sesuai fakta di lapangan.

Orang tua yang menggunakan SKTM ternyata setelah didatangi bukan orang miskin. Atas temuan tersebut kepala sekolah memutuskan mencoret nama siswa.

Umar mengapresiasi tindakan kepala sekolah yang tergolong berani itu. Lebih lanjut dijelaskan, bila ada informasi pelanggaran masyarakat diminta menginformasikan dengan memberi data lengkap kepada ORI.

Alumnus S-1 UGM dan S-2 Fisipol UI itu juga meminta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota tidak melakukan intervensi politik dengan memasukkan nama-nama siswa di sekolah tertentu.

Menurut Umar, intervensi politik di dunia pendidikan sangat disayangkan. Sebab masih banyak siswa tidak mampu yang belum mendapat sekolah.

Namun, ada beberapa siswa yang dengan mudahnya mendapat sekolah karena mendapat kartu khusus dari dewan.

Umar berharap pihak sekolah yang menerima siswa titipan dari dewan melaporkan nama siapa dewan tersebut.

Pihaknya akan menindaklanjuti dengan mengkroscek ke dewan. Pihak sekolah juga harus berani mengevaluasi kembali siswa titipan.

“Menitipkan siswa itu sama saja mencederai peraturan, jangan dianggap gampang. Kami harapkan ada sanksi sosial pada dewan seperti itu. Publik harus berani memberi sanksi,” tukas pria 49 athun itu.

Ditanya pembentukan rombongan belajar (rombel) atau kelas baru, Umar menyebut bisa dilakukan asal bertujuan mengakomodir siswa yang tidak diterima di sekolah swasta dan negeri.

Selain itu juga tidak menabrak peraturan menteri pendidikan, yang menyatakan maksimal satu sekolah memiliki 12 rombel untuk masing-masing tingkatan.

Umar meminta Dinas Pendidikan untuk kembali mengecek siswa migrasi atau pindahan dari sekolah swasta. Bagi siswa yang sudah terdaftar di sekolah swasta, maka harus dikeluarkan.

“Sekarang tinggal bagaimana membeberkan nama-nama siswa migrasi yang sebelumnya sudah mendaftar di swasta,” terangnya.

ORI menyarankan pemerintah mendata jumlah siswa miskin, berprestasi, dan zonasi secara akurat. Dengan adanya data maka bisa dilakukan pemetaan pemerataan sekolah.

Terutama sekolah dengan penduduk padat. Dia mencontohkan rasio SMP dengan SMA di Badung Selatan dan Utara yang tidak seimbang.

Kendati demikian, Umar menyebut PPDB tahun ini sudah mengalami kemajuan dibanding tahun lalu. Indikatornya adalah jumlah laporan ke ORI yang menurun.

Bila tahun lalu jumlah laporan lebih dari 15 laporan, maka tahun ini hanya empat laporan.

DENPASAR – Tidak hanya jalur zonasi yang membuat gaduh penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2018.

Jalur prestasi dan keluarga tidak mampu atau miskin juga tak kalah memicu polemik. Diduga banyak penggunaan sertifikat prestasi bodong dan surat keterangan tidak mampu (SKTM) palsu agar bisa diterima di sekolah negeri.

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Provinsi Bali tidak tinggal diam atas sengkarut yang terjadi.

Kepala ORI perwakilan Provinsi Bali, Umar Ibnu Alkhatab menyatakan kemarin mulai mengirim tim ke lapangan untuk menyelidiki kebenaran informasi beredarnya sertifikat prestasi dan SKTM palsu.

Tim tersebut bertugas mengecek kebenaran sertifikat dan SKTM ke sejumlah sekolah negeri. “Ada beberapa sekolah negeri

di Denpasar dan Tabanan yang kami jadikan sampel. Di Denpasar di antaranya SMAN 1, 2, dan 4,” ungkap Umar kepada Jawa Pos Radar Bali.

Dipilihnya Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan karena banyaknya informasi ketidakberesan PPDB di dua wilayah tersebut.

Tim ORI akan turun hingga dua hari ke depan. Tim akan melakukan home visit atau mengunjungi rumah siswa yang menggunakan SKTM. Pun dengan siswa yang memakai jalur prestasi.

Umar menegaskan, kika ternyata ditemukan sertifikat atau SKTM palsu maka ORI langsung memerintahkan sekolah mencoret siswa tersebut.

Lebih dari itu, ORI juga tidak segan memproses ke jalur hukum. “Kalau terbukti sertifikat dan SKTM-nya palsu sekolah harus mencoret (siswa).

Pemalsuan dokumen tersebut tindak pidana, dan kami akan serahkan pada kepolisian untuk menindaklanjuti,” tukas pria asal Kepulauan Solor, Flores Timur itu.

Dugaan SKTM palsu menurut Umar sudah terbukti di Kabupaten Gianyar. Umar mendapat laporan langsung dari kepala sekolah atas temuan SKTM yang tidak sesuai fakta di lapangan.

Orang tua yang menggunakan SKTM ternyata setelah didatangi bukan orang miskin. Atas temuan tersebut kepala sekolah memutuskan mencoret nama siswa.

Umar mengapresiasi tindakan kepala sekolah yang tergolong berani itu. Lebih lanjut dijelaskan, bila ada informasi pelanggaran masyarakat diminta menginformasikan dengan memberi data lengkap kepada ORI.

Alumnus S-1 UGM dan S-2 Fisipol UI itu juga meminta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota tidak melakukan intervensi politik dengan memasukkan nama-nama siswa di sekolah tertentu.

Menurut Umar, intervensi politik di dunia pendidikan sangat disayangkan. Sebab masih banyak siswa tidak mampu yang belum mendapat sekolah.

Namun, ada beberapa siswa yang dengan mudahnya mendapat sekolah karena mendapat kartu khusus dari dewan.

Umar berharap pihak sekolah yang menerima siswa titipan dari dewan melaporkan nama siapa dewan tersebut.

Pihaknya akan menindaklanjuti dengan mengkroscek ke dewan. Pihak sekolah juga harus berani mengevaluasi kembali siswa titipan.

“Menitipkan siswa itu sama saja mencederai peraturan, jangan dianggap gampang. Kami harapkan ada sanksi sosial pada dewan seperti itu. Publik harus berani memberi sanksi,” tukas pria 49 athun itu.

Ditanya pembentukan rombongan belajar (rombel) atau kelas baru, Umar menyebut bisa dilakukan asal bertujuan mengakomodir siswa yang tidak diterima di sekolah swasta dan negeri.

Selain itu juga tidak menabrak peraturan menteri pendidikan, yang menyatakan maksimal satu sekolah memiliki 12 rombel untuk masing-masing tingkatan.

Umar meminta Dinas Pendidikan untuk kembali mengecek siswa migrasi atau pindahan dari sekolah swasta. Bagi siswa yang sudah terdaftar di sekolah swasta, maka harus dikeluarkan.

“Sekarang tinggal bagaimana membeberkan nama-nama siswa migrasi yang sebelumnya sudah mendaftar di swasta,” terangnya.

ORI menyarankan pemerintah mendata jumlah siswa miskin, berprestasi, dan zonasi secara akurat. Dengan adanya data maka bisa dilakukan pemetaan pemerataan sekolah.

Terutama sekolah dengan penduduk padat. Dia mencontohkan rasio SMP dengan SMA di Badung Selatan dan Utara yang tidak seimbang.

Kendati demikian, Umar menyebut PPDB tahun ini sudah mengalami kemajuan dibanding tahun lalu. Indikatornya adalah jumlah laporan ke ORI yang menurun.

Bila tahun lalu jumlah laporan lebih dari 15 laporan, maka tahun ini hanya empat laporan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/