DENPASAR – Gerhana Bulan Total (GBT) yang berlangsung Sabtu dini hari hingga pagi tadi bisa dibilang fenomena langka.
Pasalnya, durasinya berlangsung cukup lama. Yakni kurang lebih selama 103 menit. Saking lamanya, fenomena ini menjadi fenomena paling langka di abad ke 21 ini.
GBT berlangsung lama dinilai wajar karena kondisi bulan sedang berada di titik paling jauh dari bumi. Jarak bulan dan bumi yang menyebabkan terjadinya GBT kurang lebih mencapai sejauh 406.223 kilometer.
Keadaan bulan dan bumi yang berada di titik terjauh ini juga mempengaruhi pergerakan bulan yang berjalan makin lambat di orbitnya.
Ini membuat GBT kali ini akan jadi GBT dengan ukuran bulan terkecil dan durasi terlama di tahun 2018. Bahkan, di abad 21 ini.
Dilansir dari situs Space.com yang mengutip buku The Five Millennium Canon of Lunar Eclipses: (-1999to +3000), GBT baru akan muncul kembali pada 9 Juni 2123 mendatang.
GBT kali ini bisa disaksikan hampir di seluruh wilayah tanah air. Tapi, akan tampak jelas di Bali, NTT bagian barat, NTB, sebagian besar Kalimantan kecuali bagian timur,
Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, sebagian besar Jambi dan Riau, serta Bengkulu bagian selatan.
Namun, berdasar analisis BMKG, lamanya durasi totalitas GBT disebabkan tiga hal. Pertama, posisi pusat piringan bulan
dekat sekali dengan pusat umbra bumi saat puncak gerhana terjadi yang nilainya mencapai 0,1168 kali radius equatorial bumi.
Kedua, GBT terjadi pada saat bulan di sekitar titik terjauhnya dari bumi yang dikenal sebagai titik apoge.
Ketiga, pada saat bulan Juli ini bumi sedang berada di sekitar titik terjauh dari matahari (aphelion), yang terjadi pada 6 Juli 2018 pukul 23.47 WIB dengan jarak 152 juta km.
Pada saat puncak gerhana terjadi, jarak bumi – matahari adalah lebih dekat 184 ribu km dari saat di aphelion tersebut.
Secara umum, semakin jauh posisi bumi dari matahari, kerucut umbra yang terjadi menjadi semakin panjang dan lebih besar jika dibandingkan saat bumi berada di sekitar titik terdekatnya dari matahari.
Karena itu, durasi totalitas GBT yang terjadi berpotensi menjadi lebih lama. “Jadi, ini fenomena langka, ” jelas Deputi Bidang Geografika BMKG Muhamad Sadly.