NEGARA – Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana akhirnya mengeksekusi mantan I Gede Winasa, atas putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) terkait dengan kasus korupsi perjalanan dinas, Senin (6/8) siang.
Dalam kasus tersebut, mantan bupati dua periode tersebut divonis 6 tahun pidana penjara, denda Rp 200 juta subsider 6 bulan.
Ditambah pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 797.554.800. Eksekusi oleh jaksa dari Kejari Jembrana di rumah tahanan negara (Rutan) kelas II B Negara kemarin berlangsung “panas”.
Meski akhirnya menandatangani berkas eksekusi, Winasa sempat berdebat dengan jaksa Ni Wayan Mearthi dan Ni Ketut Lili Suryanti.
Perdebatan berawal ketika jaksa menyampaikan akan melakukan eksekusi putusan MA terkait perjalanan dinas.
Namun, Winasa langsung menyampaikan akan melakukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) untuk kasus Stikes dan Stitna yang sudah mendapat putusan kasasi 7 tahun penjara pada tahun 2017,
akan tetapi hingga saat ini belum menerima putusan lengkap dan sekarang muncul lagi putusan kasasi perjalanan dinas yang juga tidak ada putusan lengkap.
“Ini namanya saya digantung tanpa tali,” ujarnya. “Ini republik ecek-ecek, masak mutus orang tidak pertimbangan putusan tidak ada,” terangnya.
Karena tidak ada putusan lengkap, Winasa mengaku belum bisa mengajukan upaya hukum luar biasa, yakni PK.
“Jaksa menjalankan perintah silakan, saya setuju, tapi tolong koreksi atasannya jangan ecek-ecek kerja. Apa yang saya lakukan, saya tidak berbuat apa-apa. Apa harus menerima putusan itu,” ungkapnya.
Debat kusir pun terjadi. Jaksa Ni Wayan Mearthi yang mengatakan bahwa PK tidak menghalangi eksekusi langsung disanggah Winasa bahwa sudah mengetahui aturan hukumnya.
“Saya tahu tidak perlu diajari seperti itu, tapi ada hak warga negara untuk melakukan langkah hukum. Karena hak warga negara harus dihargai, jangan hanya ngomong soal perintah,” ujarnya dengan nada tinggi.
Mearthi menyampaikan bahwa untuk meminta putusan lengkap dari MA sudah bersurat, namun belum juga mendapat putusan lengkap.
Hal itu untuk menyanggah pernyataan Winasa yang menyebut jaksa tidak pernah menanyakan putusan lengkap pada MA.
”Siapa bilang, saya sudah bersurat. Ada suratnya di kantor, karena kami juga perlu putusan lengkap untuk direktori,” paparnya.
Akhirnya Winasa mau dieksekusi untuk putusan kasasi MA tersebut. Meski awalnya ingin memberi catatan dengan eksekusi dan diberi
kertas kosong untuk menulis catatan, Winasa batal membuat catatan. “Sudah tidak perlu buat catatan tidak sampai juga,” imbuhnya.