25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:00 AM WIB

Mantap, Dua Subak Dapat Sertifikat Organik

SUKASADA – Dua subak di Kecamatan Sukasada mendapat pengakuan sebagai lahan pertanian organik dari Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman.

Pengakuan itu membuat petani setempat tersenyum. Lantaran beras produksi mereka bisa dijual dengan harga lebih mahal.

Dua subak yang mendapat pengakuan sebagai subak organik itu adalah Subak Kedu di Desa Panji dan Subak Cengana di Desa Sambangan.

Subak Kedu kini memiliki lahan seluas 40 hektare, sementara Subak Cengana memiliki luas 20 hektare. Kedua subak itu berhak menyandang predikat subak organik hingga tahun 2021 mendatang.

Kepala Dinas Pertanian Buleleng Nyoman Genep mengatakan, kedua subak itu sudah mulai mengaplikasikan pertanian padi organik sejak beberapa tahun lalu.

Para petani bekerja keras melakukan upaya pengelolaan pertanian ramah lingkungan. Petani bukan hanya menggunakan pupuk organik, namun juga menggunakan pendekatan alami untuk melawan hama padi.

Genep menuturkan, bukan perkara mudah untuk meraih predikat subak organik. Pasalnya banyak subak yang berusaha menerapkan pola organik, namun keburu menyerah karena mempengaruhi produksi lahan.

Selain itu air yang mengairi lahan pertanian juga tercemar pestisida, sehingga mempengaruhi proses pengaplikasian lahan organik.

“Makanya kami aplikasikan di wilayah hulu. Cengana dan Kedu ini kan ada hulu Buleleng. Kalau di hilir agak sulit, karena dekat dengan kawasan pemukiman. Jadi airnya sudah agak terpengaruh dengan zat kimia,” kata Genep.

Khusus di kedua subak itu, para petani sudah mulai beralih ke pertanian organik sejak tiga tahun lalu.

Pada awal masa peralihan, cukup sulit merayu petani agar mau bertahan. Pasalnya serangan hama meningkat dan produktivitas padi menurun.

Setelah melakukan aplikasi selama dua tahun, akhirnya produktivitas padi kembali normal. “Memang saat peralihan awal itu sulit. Hama akan susah dikendalikan, produksi juga turun.

Penyebabnya pupuk dan pestisida itu lebih mudah diserap tanaman. Pupuk misalnya. Kalau pupuk kimia 3-7 hari, hasilnya sudah kelihatan. Tapi kalau organik, perlu waktu lebih lama,” jelasnya.

Meski begitu, kini petani sudah memetik hasil dari kerja keras beralih ke pupuk organik. Produktivitas lahan sudah berada pada kondisi normal, yakni 5,5 ton hingga 6 ton per hektare.

Harga beras yang mereka jual pun meningkat dua kali lipat. Dari harga biasa Rp 10ribu per kilogram, kini laku Rp 20ribu per kilogram. Itu pun masih dianggap kekurangan produksi.

“Memang kami dorong mereka menjual dalam produk sudah jadi beras. Kalau dijual dalam bentuk gabah kering panen kan hanya laku Rp 3.700

sampai Rp 4.500 per kilogram. Tapi kalau sudah bentuk beras, laku Rp 20ribu per kilogram,” demikian Genep.

Kini Dinas Pertanian Buleleng pun berusaha memperluas cakupan lahan sawah organik di Buleleng. Rencananya sejumlah subak yang ada di kawasan hulu akan diproyeksikan menjadi lahan persawahan organik. 

SUKASADA – Dua subak di Kecamatan Sukasada mendapat pengakuan sebagai lahan pertanian organik dari Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman.

Pengakuan itu membuat petani setempat tersenyum. Lantaran beras produksi mereka bisa dijual dengan harga lebih mahal.

Dua subak yang mendapat pengakuan sebagai subak organik itu adalah Subak Kedu di Desa Panji dan Subak Cengana di Desa Sambangan.

Subak Kedu kini memiliki lahan seluas 40 hektare, sementara Subak Cengana memiliki luas 20 hektare. Kedua subak itu berhak menyandang predikat subak organik hingga tahun 2021 mendatang.

Kepala Dinas Pertanian Buleleng Nyoman Genep mengatakan, kedua subak itu sudah mulai mengaplikasikan pertanian padi organik sejak beberapa tahun lalu.

Para petani bekerja keras melakukan upaya pengelolaan pertanian ramah lingkungan. Petani bukan hanya menggunakan pupuk organik, namun juga menggunakan pendekatan alami untuk melawan hama padi.

Genep menuturkan, bukan perkara mudah untuk meraih predikat subak organik. Pasalnya banyak subak yang berusaha menerapkan pola organik, namun keburu menyerah karena mempengaruhi produksi lahan.

Selain itu air yang mengairi lahan pertanian juga tercemar pestisida, sehingga mempengaruhi proses pengaplikasian lahan organik.

“Makanya kami aplikasikan di wilayah hulu. Cengana dan Kedu ini kan ada hulu Buleleng. Kalau di hilir agak sulit, karena dekat dengan kawasan pemukiman. Jadi airnya sudah agak terpengaruh dengan zat kimia,” kata Genep.

Khusus di kedua subak itu, para petani sudah mulai beralih ke pertanian organik sejak tiga tahun lalu.

Pada awal masa peralihan, cukup sulit merayu petani agar mau bertahan. Pasalnya serangan hama meningkat dan produktivitas padi menurun.

Setelah melakukan aplikasi selama dua tahun, akhirnya produktivitas padi kembali normal. “Memang saat peralihan awal itu sulit. Hama akan susah dikendalikan, produksi juga turun.

Penyebabnya pupuk dan pestisida itu lebih mudah diserap tanaman. Pupuk misalnya. Kalau pupuk kimia 3-7 hari, hasilnya sudah kelihatan. Tapi kalau organik, perlu waktu lebih lama,” jelasnya.

Meski begitu, kini petani sudah memetik hasil dari kerja keras beralih ke pupuk organik. Produktivitas lahan sudah berada pada kondisi normal, yakni 5,5 ton hingga 6 ton per hektare.

Harga beras yang mereka jual pun meningkat dua kali lipat. Dari harga biasa Rp 10ribu per kilogram, kini laku Rp 20ribu per kilogram. Itu pun masih dianggap kekurangan produksi.

“Memang kami dorong mereka menjual dalam produk sudah jadi beras. Kalau dijual dalam bentuk gabah kering panen kan hanya laku Rp 3.700

sampai Rp 4.500 per kilogram. Tapi kalau sudah bentuk beras, laku Rp 20ribu per kilogram,” demikian Genep.

Kini Dinas Pertanian Buleleng pun berusaha memperluas cakupan lahan sawah organik di Buleleng. Rencananya sejumlah subak yang ada di kawasan hulu akan diproyeksikan menjadi lahan persawahan organik. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/