Siswa di SMAN Bali Mandara (Smanbara) menemukan alat pendeteksi gas beracun gunung berapi.
Alat pendeteksi dengan nama SATPAM buatan siswa SMA itu juga telah diuji coba. Seperti apa?
EKA PRASETYA, Kubutambahan
MESKI bentuknya terlihat sangat sederhana dan mirip kandang burung merpati, siapa sangka bila alat berbentuk kubus buatan siswa Smanbara ini memiliki kegunaan luar biasa.
Namanya SATPAM, tapi bukan singkatan dari Satuan Pengamanan.
Melainkan nama SATPAM merupakan kependekan dari Smart Automatic Poison Vulcano Alarm.
Alat ini selain telah diuji di kawasan Gunung Agung, dan cukup efektif sebagai deteksi dini paparan gas beracun.
Temuan ini juga mendapat apresiasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
Alat ini ditemukan oleh I Gede Feri Sandrawan, 17.
Salah satu siswa kelas XII IPA 1 di SMAN Bali Mandara.
Ini merupakan penemuan kedua Feri, sepanjang menempuh pendidikan di Smanbara.
Pembuatan alat tersebut terinspirasi dari krisis Gunung Agung yang terjadi sejak September 2017 lalu.
Saat itu, Feri mengaku sangat gelisah dengan berita yang menyebutkan Gunung Agung menyemburkan gas beracun sulfur dioksida (SO2).
Gas itu sangat berbahaya karena bisa menyebabkan kematian dalam hitungan menit.
Bahayanya lagi, gas itu tak terlihat dengan mata telanjang.
“Gas beracun itu sangat rentan. Dalam kondisi tertentu, kecepatannya bisa melebihi kecepatan suara.
Saat gas muncul juga tidak bisa terlihat.
Tahu-tahu sudah lemas karena menghirup gas itu,” jelas Feri.
Berangkat dari kegelisahan tersebut, siswa asal Desa Tianyar itu memutuskan membuat alat pendeteksi.
Ia mulai membuat sebuah prototype sejak 25 Maret dan baru selesai pada Senin (6/8) dua pekan lalu.
(bersambung)