29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:00 AM WIB

Dana Bagi Hasil Timpang, Petani Tembakau Buleleng Menjerit

SINGARAJA –Belum hilang rasa was-was akibat serangan virus mozaik, para petani tembakau di Kabupaten Buleleng kembali dibuat resah.

Keresahan petani selain karena Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) yang dialokasikan pada petani dianggap terlalu kecil, juga proses pencairan dana tersebut, hingga kini masih belum jelas

Padahal musim panen tembakau sudah akan dimulai dalam beberapa pekan kedepan.

Sekretaris Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Buleleng Agung Adnyana, Senin (27/8) mengaku tak bisa berbuat banyak terkait hal tersebut.

Dikatakan, dari jatah DBH-CHT sebesar Rp 3,3 miliar, alokasi petani hanya sebesar Rp 300 juta saja.

Sedangkan sisanya dialokasikan untuk penanganan dampak negatif tembakau.

Konon alokasi dana itu sudah sesuai dengan Pertuaran Menteri Keuangan (PMK) Nomor 222/PMK.07/2017.

“Petani sudah tidak bisa berbuat banyak. Kami khawatir kalau program itu gagal karena dananya tidak cair-cair. Kabarnya bulan Oktober baru bisa cair. Sedangkan bulan Oktober itu musim tembakau sudah habis,” katanya.

Lebih lanjut Agung mengatakan, aturan pembagian dana bagi hasil saat ini, sangat tak proporsional bagi petani. Pasalnya petani memiliki andil cukup besar bagi pendapatan cukai negara.

Namun dalam pembagian hasil, petani justru mendapat hasil yang sangat minim.

“Paling tidak proporsional lah. Jangan timpang seperti tahun ini. Petani dapat kurang dari 10 persen,” keluhnya.

Sementara itu Sekretaris Badan Keuangan Daerah (BKD) Buleleng Luh Sutraeni mengatakan, hingga kini pihaknya belum menerima permohonan amprah anggaran DBH-CHT.

Padahal anggaran DBH-CHT sudah disahkan dalam APBD Induk 2017 dan telah berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan.

“Sampai sekarang dananya masih di kas daerah dan belum kami cairkan karena belum ada amprah anggaran.

Sesuai petunjuk teknis, alokasi anggarannya memang begitu. Sebesar Rp 300 juta itu program untuk pertanian tembakau,” kata Sutraeni.

Terhadap permasalahan itu, Sutraeni mengaku telah melakukan koordinasi pada Dinas Pertanian Buleleng, agar anggaran itu segera di-amprah untuk kebutuhan petani.

Terlebih anggaran tersebut telah masuk dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

“Kalau tidak diamprah sampai tutup tahun anggaran, ya otomatis masuk dalam Silpa.

Mudah-mudahan bisa segera ditindaklanjuti,” tandasnya.

SINGARAJA –Belum hilang rasa was-was akibat serangan virus mozaik, para petani tembakau di Kabupaten Buleleng kembali dibuat resah.

Keresahan petani selain karena Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) yang dialokasikan pada petani dianggap terlalu kecil, juga proses pencairan dana tersebut, hingga kini masih belum jelas

Padahal musim panen tembakau sudah akan dimulai dalam beberapa pekan kedepan.

Sekretaris Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Buleleng Agung Adnyana, Senin (27/8) mengaku tak bisa berbuat banyak terkait hal tersebut.

Dikatakan, dari jatah DBH-CHT sebesar Rp 3,3 miliar, alokasi petani hanya sebesar Rp 300 juta saja.

Sedangkan sisanya dialokasikan untuk penanganan dampak negatif tembakau.

Konon alokasi dana itu sudah sesuai dengan Pertuaran Menteri Keuangan (PMK) Nomor 222/PMK.07/2017.

“Petani sudah tidak bisa berbuat banyak. Kami khawatir kalau program itu gagal karena dananya tidak cair-cair. Kabarnya bulan Oktober baru bisa cair. Sedangkan bulan Oktober itu musim tembakau sudah habis,” katanya.

Lebih lanjut Agung mengatakan, aturan pembagian dana bagi hasil saat ini, sangat tak proporsional bagi petani. Pasalnya petani memiliki andil cukup besar bagi pendapatan cukai negara.

Namun dalam pembagian hasil, petani justru mendapat hasil yang sangat minim.

“Paling tidak proporsional lah. Jangan timpang seperti tahun ini. Petani dapat kurang dari 10 persen,” keluhnya.

Sementara itu Sekretaris Badan Keuangan Daerah (BKD) Buleleng Luh Sutraeni mengatakan, hingga kini pihaknya belum menerima permohonan amprah anggaran DBH-CHT.

Padahal anggaran DBH-CHT sudah disahkan dalam APBD Induk 2017 dan telah berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan.

“Sampai sekarang dananya masih di kas daerah dan belum kami cairkan karena belum ada amprah anggaran.

Sesuai petunjuk teknis, alokasi anggarannya memang begitu. Sebesar Rp 300 juta itu program untuk pertanian tembakau,” kata Sutraeni.

Terhadap permasalahan itu, Sutraeni mengaku telah melakukan koordinasi pada Dinas Pertanian Buleleng, agar anggaran itu segera di-amprah untuk kebutuhan petani.

Terlebih anggaran tersebut telah masuk dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

“Kalau tidak diamprah sampai tutup tahun anggaran, ya otomatis masuk dalam Silpa.

Mudah-mudahan bisa segera ditindaklanjuti,” tandasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/