DENPASAR- Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya dokumen kependudukan di Bali masih sangat rendah.
Akibatnya, selain menghambat proses administrasi, dokumen kependudukan di Bali pun kacau balau alias amburadul.
Seperti terungkap saat rapat koordinasi (rakor) peningkatan cakupan kepemilikan akta kelahiran se-Provinsi Bali, Kamis pagi (6/9).
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Provinsi Bali Wayan Sudana, disela rakor mengatakan, hingga saat ini masih banyak warga atau masyarakat yang tidak melaporkan dirinya saat sudah melahirkan.
Padahal, dari persoalan yang dianggap sepele itu, bisa berdampak luas dan menimbulkan masalah.
“Selama ini masih banyak orang yang tidak melaporkan dirinya saat sudah melahirkan. Itu permasalahannya.
Makanya, kami berikan penguatan lagi pada mereka-mereka, pada teman-teman yang menangani langsung pencatatan sipil di Kabupaten atau Kota,” papar Sudana.
Tugas Disdukcapil kata Sudana sudah jelas mencatat jika ada pelaporan.
Dalam pelaksanaan tugasnya, Didukcapil bekerjasama dengan pihak-pihak lain yang terkait, misalnya rumah sakit dan bidan yang bisa membantu melahirkan.
“Mereka yang akan melaporkan dan memberitahukan kepada masyarakat, jika melahirkan segera urus akta kepada Disdukcapil.
Sehingga punya hak sipil.
Jika tidak punya itu nanti kan susah mencari yang lain, misalnya sekolah.
Itu yang perlu kita tingkatkan dari kesadaran masyarakat,” imbuh Sudana
Pihaknya berharap, melalui rakor peningkatan akta kelahiran, anggota bidang dapat terjun lagi ke lapangan untuk memberi pemahaman kepada masyarakat dan segara membuat kerjasama dengan rumah sakit maupun dinas pendidikan.
“Jadi semua yang berkaitan dengan hak sipil masyarakat, dari lahir sampai mati harus memiliki dokumen, lahir memiliki akta kelahiran, kemudian saat menikah memiliki akta perkawinan, punya KK, punya KTP, meninggalpun punya akta kematian. Itu harus dimiliki oleh setiap penduduk warga Indonesia,” tuturnya
Selain itu, soal masih rendahnya kesadaran masyarakat mengurus dokumen kependudukan, Sudana menduga selain sikap enggan, juga faktor ketidaktahuan fungsi dan pentingnya sebuah dokumen kependudukan.
“Sekali lagi kami berharap masyarakat bisa paham semua.
Jika mereka paham kegunaannya, pasti mereka berbondong-bondong mencari dokumen kependudukan.
Setiap pernikahan harus ada akta perkawinan, kalau tidak punya akta perkawinan, nanti saat punya anak tidak bisa diurus.
Jadi kami ingin tumbuhkan dulu kesadaran mereka untuk bisa mengurus dirinya sendiri, tugas kami mencatat jika ada laporan,” tutupnya.