DENPASAR – Larangan eks narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif alias nyaleg resmi dicabut.
Penegasan tersebut berlaku pasca putusan Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan gugatan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018.
MA secara resmi menyatakan PKPU tersebut bertentangan dengan undang-undang pada Kamis, (13/9) lalu.
Keputusan MA ini tentu saja berpengaruh secara tidak langsung terhadap komposisi calon legislative. Ketua KPU Bali Wayan Jondra merinci ada tiga orang yang mengundurkan diri selama proses pencalegan.
Terdiri atas seorang bacaleg pria dan dua bacaleg wanita. “Ada caleg perempuan mengundurkan diri. Dari Nasdem dan PSI. Karena mempengaruhi 30 persen perempuan, jadinya diganti,” ungkap Jondra.
Bacaleg DPRD Provinsi Bali yang diganti dari Partai NasDem bernama Ida Ayu Komang Ayani. Bacaleg pengganti dari Dapil Bali 3 Tabanan menggeser posisinya adalah Ni Putu Intan Sri Handayani.
Sementara, bacaleg Partai Solidaritas Indonesia yang diganti bernama Meika Nurhayati. Penggantinya bernama Ketut Sri Noviari.
“Kedua parpol tersebut telah mengajukan bacaleg pengganti daftar calon sementara (DCS) sebelum tanggal 10 September lalu,” bebernya sembari
menyatakan satu orang bacaleg pria yang mengundurkan diri dan tidak bisa diganti dari Partai Berkarya bernama Ketut Sonen.
Ditambahkan Jondra, prosedur mantan koruptor boleh nyaleg sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan putusan MK.
Dengan putusan itu, PKPU tersebut bertentangan dengan Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-XIV/2016.
Pasal tersebut berbunyi bakal calon DPR dan DPRD harus memenuhi persyaratan yang terdiri atas tidak pernah dipidana penjara berdasar putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.