29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:02 AM WIB

Tenaga Asing Setor Retribusi Miliaran ke PAD Gianyar, Nilainya…

GIANYAR – Tenaga kerja asing (TKA) di Kabupaten Gianyar dilaporkan menyetor miliaran rupiah dari retribusi Perda Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA).

Berdasar data Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnaker) Gianyar, pada 2018 ini ada 96 orang pekerja asing.

Per tenaga asing, mereka diwajibkan membayar retribusi sebesar USD 100. Kadisnaker Gianyar A.A Dalem Jagadhita menyatakan, 96 tenaga asing itu bekerja di perusahaan besar yang tersebar di Gianyar.

“Mereka dominan bergerak di sektor pariwisata. Mereka yang terdata diwajibkan membayar retribusi sesuai Perda,” ujar Dalem Jagadhita.

Kata Dalem Jagadhita, Perda IMTA yang disahkan pada Oktober 2014 itu menarik retribusi USD 100 bagi 96 tenaga asing itu.

“Sehingga pertahun satu tenaga kerja asing kena pajak USD 1200. Retribusi seluruh tenaga asing itu mencapai di atas Rp 1 miliar lebih,” jelasnya.

Menurut Dalem Jagadhita, jumlah permohonan IMTA di Gianyar terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Berdasar data pada 2015, tercatat ada 71 tenaga asing, dengan pemasukan sebesar USD 852. Kemudian pada 2016 kembali terjadi peningkatan pemohonan IMTA menjadi 85, dengan jumlah retribusi sebesar USD 1020.

Lalu pada 2017 tercatat ada 101 tenaga asing dengan jumlah pemasukan Rp 1.581.463.000. Untuk tahun ini, hingga September 2018, tenaga asing sebanyak 96 orang.

Akan tetapi, untuk jumlah total belum bisa dihitung karena ada tenaga asing yang baru terdaftar di pertengahan tahun.

“Jumlahnya segitu, tapi berapa capaian retribusinya belum kami rekap, karena perkiraan kami sebelum akhir tahun ini akan terjadi peningkatan,” terangnya.

Ditambahkan Dalem, selain mendata nama dan alamat tempat bekerja tenaga asing, pihaknya juga melangsungkan pengawasan.

Proses pengawasan dilakukan oleh tim pengawas yang tergabung dari sejumlah instansi. Di antaranya, Dinas Pariwisata dan Badan Kesatuan Bangsa Gianyar.

“Berdasar undang-undang sudah ada pergeseran, sekarang kami nomenklatur hanya dalam kontek pembinaan.

Kalau pun kami menemukan yang illegal, kami arahkan agar mengurus izin dan membayar retribusi,” tukasnya. 

GIANYAR – Tenaga kerja asing (TKA) di Kabupaten Gianyar dilaporkan menyetor miliaran rupiah dari retribusi Perda Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA).

Berdasar data Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnaker) Gianyar, pada 2018 ini ada 96 orang pekerja asing.

Per tenaga asing, mereka diwajibkan membayar retribusi sebesar USD 100. Kadisnaker Gianyar A.A Dalem Jagadhita menyatakan, 96 tenaga asing itu bekerja di perusahaan besar yang tersebar di Gianyar.

“Mereka dominan bergerak di sektor pariwisata. Mereka yang terdata diwajibkan membayar retribusi sesuai Perda,” ujar Dalem Jagadhita.

Kata Dalem Jagadhita, Perda IMTA yang disahkan pada Oktober 2014 itu menarik retribusi USD 100 bagi 96 tenaga asing itu.

“Sehingga pertahun satu tenaga kerja asing kena pajak USD 1200. Retribusi seluruh tenaga asing itu mencapai di atas Rp 1 miliar lebih,” jelasnya.

Menurut Dalem Jagadhita, jumlah permohonan IMTA di Gianyar terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Berdasar data pada 2015, tercatat ada 71 tenaga asing, dengan pemasukan sebesar USD 852. Kemudian pada 2016 kembali terjadi peningkatan pemohonan IMTA menjadi 85, dengan jumlah retribusi sebesar USD 1020.

Lalu pada 2017 tercatat ada 101 tenaga asing dengan jumlah pemasukan Rp 1.581.463.000. Untuk tahun ini, hingga September 2018, tenaga asing sebanyak 96 orang.

Akan tetapi, untuk jumlah total belum bisa dihitung karena ada tenaga asing yang baru terdaftar di pertengahan tahun.

“Jumlahnya segitu, tapi berapa capaian retribusinya belum kami rekap, karena perkiraan kami sebelum akhir tahun ini akan terjadi peningkatan,” terangnya.

Ditambahkan Dalem, selain mendata nama dan alamat tempat bekerja tenaga asing, pihaknya juga melangsungkan pengawasan.

Proses pengawasan dilakukan oleh tim pengawas yang tergabung dari sejumlah instansi. Di antaranya, Dinas Pariwisata dan Badan Kesatuan Bangsa Gianyar.

“Berdasar undang-undang sudah ada pergeseran, sekarang kami nomenklatur hanya dalam kontek pembinaan.

Kalau pun kami menemukan yang illegal, kami arahkan agar mengurus izin dan membayar retribusi,” tukasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/