24 C
Jakarta
13 September 2024, 7:52 AM WIB

Mantap, 30 Rumah Adat Bali Aga Diusulkan Jadi Kawasan Cagar Budaya

PEDAWA – Rumah adat yang ada di kawasan Bali Aga, Kecamatan Banjar, berpotensi dijadikan cagar budaya. 

Terlebih rumah adat yang ada di wilayah Sidatapa, Cempaga, Tigawasa, Pedawa, dan Banyuseri (SCTPB) itu, secara prinsip sudah memenuhi syarat minimal sebagai sebuah cagar budaya.

Tim Dinas Kebudayaan Buleleng kini mulai melakukan inventarisasi terhadap rumah adat itu. 

Sejauh ini tim menemukan 30 unit rumah adat yang masih dipertahankan warga.

Rumah itu berusia minimal 50 tahun, bahkan ada pula yang telah berusia 75 tahun.

Biasanya rumah adat di kawasan Bali Aga ini, dindingnya terbuat dari anyaman bambu. 

Sementara atapnya terbuat dari ilalang. Hanya saja, beberapa rumah sudah melakukan pergeseran arsitektur dalam hal atap. 

Atap yang tadinya terbuat dari ilalang, kini sudah mulai diganti menjadi genteng karena lebih awet.

Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng Gede Komang mengatakan, rumah-rumah itu memang dapat dipertimbangkan menjadi cagar budaya. 

Saat ini pemerintah lebih memilih fokus melakukan revitalisasi, agar nilai-nilai yang ada di dalamnya bisa terus dipertahankan.

“Rumah adat di Bali Aga (SCTPB, Red) itu kan diyakini dari zaman Bali Pulina. 

Jadi perlu dipertahankan, termasuk direvitalisasi. 

Jangan sampai hilang,” kata Gede Komang.

Secara umum, masyarakat sudah sepakat melakukan revitalisasi terhadap rumah adat itu. 

Pemerintah pun berupaya mencari sumber pendanaan pada pemerintah pusat, sehingga langkah revitalisasi itu dapat dilakukan. 

Selain itu, pihaknya akan meminta pendampingan ahli sehingga proses revitalisasi dapat dilakukan sebaik mungkin.

Disinggung soal peluang ditetapkan sebagai cagar budaya, Gede Komang menyatakan pihaknya juga tengah mempertimbangkan hal tersebut. Secara umum, rumah-rumah adat di kawasan Bali Aga telah berusia 50 tahun. 

Selain itu rumah adat juga memiliki nilai arsitektur serta nilai seni budaya di dalamnya. 

Sehingga cukup layak diusulkan sebagai cagar budaya.

“Ini kan menyangkut kepemilikan perorangan. 

Ada konsekuensi tersendiri, bila sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. 

Kami akan bicarakan dulu dengan masyarakat, pemerintah desa setempat, termasuk dengan desa adat di sana. 

Secara umum sudah memenuhi beberapa persyaratan, tinggal dibicarakan saja,” imbuhnya.

Asal tahu saja, rumah adat di kawasan Bali Aga cukup unik. 

Sebuah rumah hanya terdiri dari satu kamar dan teras rumah. 

Di dalam kamar, terdapat sebuah pelinggih untuk pemujaan leluhur dan Tuhan, sebuah tungku untuk memasak, serta dua buah tempat tidur.

Bagian dinding biasanya dibuat dari anyaman bambu, sedangkan atap dibuat dari rumbia atau ilalang. 

PEDAWA – Rumah adat yang ada di kawasan Bali Aga, Kecamatan Banjar, berpotensi dijadikan cagar budaya. 

Terlebih rumah adat yang ada di wilayah Sidatapa, Cempaga, Tigawasa, Pedawa, dan Banyuseri (SCTPB) itu, secara prinsip sudah memenuhi syarat minimal sebagai sebuah cagar budaya.

Tim Dinas Kebudayaan Buleleng kini mulai melakukan inventarisasi terhadap rumah adat itu. 

Sejauh ini tim menemukan 30 unit rumah adat yang masih dipertahankan warga.

Rumah itu berusia minimal 50 tahun, bahkan ada pula yang telah berusia 75 tahun.

Biasanya rumah adat di kawasan Bali Aga ini, dindingnya terbuat dari anyaman bambu. 

Sementara atapnya terbuat dari ilalang. Hanya saja, beberapa rumah sudah melakukan pergeseran arsitektur dalam hal atap. 

Atap yang tadinya terbuat dari ilalang, kini sudah mulai diganti menjadi genteng karena lebih awet.

Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng Gede Komang mengatakan, rumah-rumah itu memang dapat dipertimbangkan menjadi cagar budaya. 

Saat ini pemerintah lebih memilih fokus melakukan revitalisasi, agar nilai-nilai yang ada di dalamnya bisa terus dipertahankan.

“Rumah adat di Bali Aga (SCTPB, Red) itu kan diyakini dari zaman Bali Pulina. 

Jadi perlu dipertahankan, termasuk direvitalisasi. 

Jangan sampai hilang,” kata Gede Komang.

Secara umum, masyarakat sudah sepakat melakukan revitalisasi terhadap rumah adat itu. 

Pemerintah pun berupaya mencari sumber pendanaan pada pemerintah pusat, sehingga langkah revitalisasi itu dapat dilakukan. 

Selain itu, pihaknya akan meminta pendampingan ahli sehingga proses revitalisasi dapat dilakukan sebaik mungkin.

Disinggung soal peluang ditetapkan sebagai cagar budaya, Gede Komang menyatakan pihaknya juga tengah mempertimbangkan hal tersebut. Secara umum, rumah-rumah adat di kawasan Bali Aga telah berusia 50 tahun. 

Selain itu rumah adat juga memiliki nilai arsitektur serta nilai seni budaya di dalamnya. 

Sehingga cukup layak diusulkan sebagai cagar budaya.

“Ini kan menyangkut kepemilikan perorangan. 

Ada konsekuensi tersendiri, bila sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. 

Kami akan bicarakan dulu dengan masyarakat, pemerintah desa setempat, termasuk dengan desa adat di sana. 

Secara umum sudah memenuhi beberapa persyaratan, tinggal dibicarakan saja,” imbuhnya.

Asal tahu saja, rumah adat di kawasan Bali Aga cukup unik. 

Sebuah rumah hanya terdiri dari satu kamar dan teras rumah. 

Di dalam kamar, terdapat sebuah pelinggih untuk pemujaan leluhur dan Tuhan, sebuah tungku untuk memasak, serta dua buah tempat tidur.

Bagian dinding biasanya dibuat dari anyaman bambu, sedangkan atap dibuat dari rumbia atau ilalang. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/