TABANAN – Konflik di internal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dulu bernama Partai Keadilan (PK) terus berlanjut.
Setelah seluruh pengurus dan anggota DPW PKS Bali di bawah kepemimpinan H. Mujiono ramai-ramai mengundurkan diri, giliran pengurus dan anggota DPD PKS Tabanan mengundurkan diri sebagai kader PKS.
Mundur ramai-ramai buntut dari sikap DPP PKS di bawah kepemimpinan Sohibul Imam yang secara sepihak menunjuk Hilmun Nabi selaku Ketua DPW PKS Bali.
DPP PKS menunjukkan Hilmun Nabi tanpa melakukan koordinasi, musyawarah dan tidak melakukan pemilihan secara mekanisme AD/ART partai.
Ketua DPD PKS Tabanan Ngadenan menyatakan, pengunduran diri yang dilakukan seluruh pengurus dan anggota DPD PKS Tabanan karena ada beberapa dasar dan alasan yang ditabrak DPP.
Yakni mulai tumbuhnya otaritarianisme DPP PKS dengan menabrak AD/ART dan persekusi kader dituduh tidak loyal.
Kemudian DPP PKS antidemokrasi, pimpinan PKS menutup pintu dialog dan perbedaan pandangan. Sikap dan tindakan pimpinan PKS berbeda jauh dengan nilai-nilai Islam yang menjadi identitas PKS selama ini.
Dan pembelahan pimpinan PKS sejak tahun 2016 secara sistematis, konflik dan pemecatan di dalam tubuh PKS yang membuat PKS kehilangan kekuatannya. Khususnya menghadapi pemilu 2019.
“Pengunduran diri ini murni tidak ada kaitan dengan Pilres 2019. Kemudian juga tidak ada konflik dualisme di DPD PKS Tabanan,” tegasnya.
Ngadenan menambahkan, pasti ada kebijakan pusat yang memberatkan PKS di daerah. Sesuai dengan poin 4 yang pihak sampaikan dalam surat pengunduran diri.
“Dasar itulah yang membuat kami harus berpisah dengan memberikan surat pengunduran diri kepada DPP,” ucapnya.
Untuk di Tabanan sendiri ada sebanyak 100 kader PKS yang ikut mengundurkan diri bersama pengurus partai.