BADUNG- Seni merupakan pondasi utama sekaligus denyut kehidupan masyarakat Bali.
Kesenian dan budaya menjadikan Bali destinasi pariwisata internasional. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mencatat dalam periode 2011-2016, rata-rata devisa yang didulang dari sektor pariwisata mencapai USD 4,13 miliar per tahun.
Persentase sumbangan Bali terhadap devisa pariwisata nasional juga tak main-main. Di tingkat lokal, PHR alias pajak hotel dan restoran pun signifikan. Pada 2017 mencapai angka Rp 8 triliun.
Dari jumlah tersebut, Badung menyumbang setengahnya, yakni Rp 4 triliun. Sayangnya, gegap gempita tersebut masih dinilai “tak menyentuh” para seniman di Bali. Masih banyak seniman yang hidup jauh dari kata sejahtera.
Fakta miris tersebut terlontar dalam acara bincang santai puluhan seniman Kuta Utara bersama I Made Suryananda Pramana, tokoh muda asal Banjar Pipitan, Desa Canggu, Kuta Utara, Badung, Minggu (7/10) malam.
Ketua DPC Taruna Merah Putih Kabupaten Badung 2018-2023, Vice Presiden JCI Badung (2015), dan Ketua Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Badung yang kini berstatus calon DPRD Badung Dapil Kuta Utara nomor urut 4 itu menegaskan seni dan budaya serta pelakunya, yakni seniman harus mendapatkan penghargaan yang layak.
“Turis dari berbagai negara datang ke Bali untuk apa? Apa yang dicari ke Bali? Apakah pantai? Pantai di mana-mana ada.
Yang menjadi tulang punggung pariwisata Bali adalah seni, budaya, dan tradisi. Yang memegang ini adalah para seniman,” jelas alumnus Universitas Pelita Harapan Jakarta itu.
Menariknya, Suryananda menekankan bila para seniman tidak mendapatkan penghargaan yang layak, maka akan “menggerogoti” perkembangan sebuah daerah.
“Kunci perkembangan daerah, terutama dalam industri pariwisata, khususnya di Bali adalah simbiosis mutualisme antara pemerintah dan para seniman,” ucapnya.
Tak berhenti sampai di sana, Direktur Utama (Dirut) PT. Raditya Dewata Perkasa, CV Canggu Lestari Internasional, UD Suryananda, PT Taman Segara Madu, dan Raditya Holding Company tersebut menekankan perlu adanya komunikasi yang intens, terarah, dan terbuka antara pemerintah dan seniman. Dirinya mengaku siap mewakili aspirasi para seniman untuk sama-sama mengembangkan Badung.
“Bila ingin Badung maju, salah satu kuncinya dipegang oleh para seniman,” tegasnya. Suryananda juga menilai seni dan seniman Bali sudah sepatutnya dikelola dengan manajemen yang serius. Hal tersebut merupakan kebutuhan mendesak bila ingin Bali tetap kokoh sebagai destinasi pariwisata internasional.
“Kami berdialog dan berdiskusi untuk Badung ke depan,” pungkas politisi dengan tagline #MANTAP (muda, antusias, nasionalis, telaten, akrab, profesional) itu.
Di sisi lain, mewakili para seniman dan puluhan sanggar seni di Kecamatan Kuta Utara, I Made Agus Adi Santika Yasa alias Gus Cupak sepakat penghargaan yang layak merupakan kebutuhan mutlak.
Bila hal ini tidak dilakukan, dikhawatirkan regenerasi seniman di Bali akan putus.
Setelah berpuluh-puluh tahun memberi “taksu” bagi pariwisata Bali, kini sudah sepantasnya ada timbal balik.
Giliran sektor pariwisata yang memberikan penghargaan layak bagi para seniman. Salah satunya adalah regulasi tegas yang memungkinkan kesenian Bali, khususnya yang bersifat balih-balihan dihargai setara dengan kesenian jenis lainnya.
“Seni Bali perlu dikelola dengan manajemen serius. Seni ngidang ngidupin (bisa menghidupi) seniman. Kenken carane (bagaimana caranya)? Hotel megah, vila megah, tapi seniman sengsara. Harus ada aturan yang memperjuangkan nasib para seniman,” tegasnya, Minggu (7/10) malam di Rumah Makan Segara Madu, Canggu, Kuta Utara. (rba)