26.7 C
Jakarta
25 November 2024, 2:12 AM WIB

Aktivis JAT Sebut Kucuran Hutang IMF Akan Menyengsarakan Rakyat

DENPASAR-Perlawanan terhadap hajatan Annual Meeting IMF-W di Nusa Dua seakan tak terbendung. Meski aksi pembubaran dan intimidasi terjadi, sejumlah aktivis penolak IMF-WB terus bermunculan.

 

Salah satunya dari Jaringan Advokasi Tambang (JAT).

 

Ditemui di Denpasar, Sabtu (13/10), salah satu aktivis JAT, Merah Johansyah, menilai, hajatan IMF-WB tak ubahnya sebagai bentuk neoliberalisme dan konolialisme, penjajahan masa kini.

“Pertemuan IMF-WB yang digelar di Nusa Dua saat ini tengah mempertontonkan kepada khalayak, tentang perundingan antara bangsa penjajah, yang diwakili para club atau negara pemilik modal dengan negara terjajah seperti Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya,”sentilnya.

 

Sayangnya, tanpa disidari, pemerintah pemerintah Indonesia justru berubah menjadi fasilitator terhadap negara atau organisasi pemberi utang.

 

Dimana menurut dia, pemerintah diberikan pinjaman, dan suatu saat tanah air akan dijual untuk membayar sejumlah utang tersebut.

 

“Buktinya kemarin dalam pertemuan itu,  sudah disepakati USD 13 miliar.

Dan setengah dari nilai utang baru yang ditandatangani oleh 14 BUMN tersebut, salah satunya untuk kepentingan pertambangan, pembongkaran tanah air kita dan kepentingan energi kotor untuk memperluas ekstraktifisme di Indonesia,” katanya.

 

Lanjut dia, nilai kucuran dana hutang yang fantastis tersebut adalah sebuah ancaman bagi masyarakat.

 

Dimana banyak masyarakat yang kelaparan, kehilangan hak atas tanahnya yang dirampas para kapitalis untuk pertambangan.

 

“Kita dalam situasi hilang ingatan. Dimana Kita kehilangan kedalautan yang telah dirampas oleh orang yang mengaku wakil kita pada forum tersebut,” ujarnya.

 

Lanjut dia, penolakan terhadap IMF-WB ini juga tidak semata karena kerugian materi yang nantinya dialami masyarakat, tetapi juga dimana IMF-WB juga telah merampas kebebasan berekspresi masyatakat.

 

“Kami menolak IMF-WB. Tidak hanya perampasan ruang hidup dan alam kita.

Tapi mereka juga merampas kebebasan berekspresi kita, seperti yang terlihat beberapa hari ini, aksi kami banyak diintimidasi,” tandasnya. 

DENPASAR-Perlawanan terhadap hajatan Annual Meeting IMF-W di Nusa Dua seakan tak terbendung. Meski aksi pembubaran dan intimidasi terjadi, sejumlah aktivis penolak IMF-WB terus bermunculan.

 

Salah satunya dari Jaringan Advokasi Tambang (JAT).

 

Ditemui di Denpasar, Sabtu (13/10), salah satu aktivis JAT, Merah Johansyah, menilai, hajatan IMF-WB tak ubahnya sebagai bentuk neoliberalisme dan konolialisme, penjajahan masa kini.

“Pertemuan IMF-WB yang digelar di Nusa Dua saat ini tengah mempertontonkan kepada khalayak, tentang perundingan antara bangsa penjajah, yang diwakili para club atau negara pemilik modal dengan negara terjajah seperti Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya,”sentilnya.

 

Sayangnya, tanpa disidari, pemerintah pemerintah Indonesia justru berubah menjadi fasilitator terhadap negara atau organisasi pemberi utang.

 

Dimana menurut dia, pemerintah diberikan pinjaman, dan suatu saat tanah air akan dijual untuk membayar sejumlah utang tersebut.

 

“Buktinya kemarin dalam pertemuan itu,  sudah disepakati USD 13 miliar.

Dan setengah dari nilai utang baru yang ditandatangani oleh 14 BUMN tersebut, salah satunya untuk kepentingan pertambangan, pembongkaran tanah air kita dan kepentingan energi kotor untuk memperluas ekstraktifisme di Indonesia,” katanya.

 

Lanjut dia, nilai kucuran dana hutang yang fantastis tersebut adalah sebuah ancaman bagi masyarakat.

 

Dimana banyak masyarakat yang kelaparan, kehilangan hak atas tanahnya yang dirampas para kapitalis untuk pertambangan.

 

“Kita dalam situasi hilang ingatan. Dimana Kita kehilangan kedalautan yang telah dirampas oleh orang yang mengaku wakil kita pada forum tersebut,” ujarnya.

 

Lanjut dia, penolakan terhadap IMF-WB ini juga tidak semata karena kerugian materi yang nantinya dialami masyarakat, tetapi juga dimana IMF-WB juga telah merampas kebebasan berekspresi masyatakat.

 

“Kami menolak IMF-WB. Tidak hanya perampasan ruang hidup dan alam kita.

Tapi mereka juga merampas kebebasan berekspresi kita, seperti yang terlihat beberapa hari ini, aksi kami banyak diintimidasi,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/