DENPASAR – Pertemuan tahunan IMF – World Bank melahirkan permasalahan bagi Indonesia karena dianggap hanya menguntungkan sebagian pihak, tapi menyengsarakan masyarakat secara keseluruhan.
Merah Johansyah, aktivis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menjelaskan bahwa tiga hari lalu pemerintah Indonesia kembali menandatangani kontrak utang sebesar 13 miliar USD atau setara dengan Rp 200 triliun ke lembaga multilateral dunia.
Setengah dari pinjaman tersebut atau sebesar 7,7 miliar US dollar diperuntukkan untuk sektor pertambangan di Indonesia. Kesepakati itu dilakukan bersama 14 BUMN.
“Saya dari Jatam (Jaringan advokasi pertambangan ) mengecam ada 7,7 miliar USD utang baru ditandatangani untuk pertambangan atau energi kotor.
Dana sebesar itu untuk membiayai sektor pertambangan, yang akan merusak lingkungan, alam dan sosial. Ini membahayakan sekali,” ucapnya.
Menurutnya, di Indonesia luas pertambangan antara lain mineral, batu bara, geotermal, migas dan lainnya jika ditotal itu jumlah 44 persen luas daratan Indonesia.
Parahnya, hasil utang itu lantas digunakan untuk mengeksploitasi kekayaan tanah air dengan cara merusak lingkungan.
“Jadi itu yang kami kecam,” bebernya. Merah lantas merilis beberapa perusahaan yang mendapatkan kucuran dana. Salah satunya PT ANTAM.
Menurutnya, PT ANTAM memiliki 55 konsesi di indonesia. “Kami ambil contoh di kabupaten Halmahera, satu pulau kecil ditambang habis oleh perusahaan ini.
Masyarakat kemudian mengungsi karena pulaunya hancur. Sementara pemerintah Indonesia selalu menggaungkan ikut mengawal dan memastikan keselamatan Indoensia dari perubahan iklim. Ini kontraproduktif,” tukasnya.
Sementara itu, aktivis Bali Nyoman Mardika mengatakan, selama acara IMF – World Bank ini berlangsung, apparat negara cenderung bersikap represif.
Di satu sisi, Indonesia kerap mendengungkan sebagai negara demokrasi. Tapi, faktanya malah melakukan diskriminasi bagi pihak yang menyuarakan pandangan berbeda.
“Kenapa ada proses diskriminasi dan penangkapan bahkan tindakan yang berlebihan dari aparatur negara kita. Baik militer, polisi, dan masyarakat sipil.
Padahal, aksi ini tujuannya adalah memberikan pemahaman publik. Sehingga pada hari raya Saraswati ini umat Hindu bisa menumbuhkembangkan ilmu yang kita kuasai supaya tidak dibohongi, “ jelasnya.