Oleh: Dahlan Iskan
Jangan lupa memuji wajah baru Jalan Thamrin Jakarta. Atau jangan lupa memberi masukan. Mumpung pembenahannya belum begitu tuntas.
Yang utama adalah penghapusan jalur lambat itu. Jalan Thamrin menjadi terasa lebih lapang. Meski juga lebih gersang.
Yang kedua penataan trotoar. Yang menjadi lebih lebar. Lebih lapang.
Tapi bukan hanya soal lebar. Tanaman yang memisahkan trotoar dengan aspal itu lho. Baik sekali. Menjadikan trotoar lebih manusiawi. Untuk para pejalan kaki.
Pejalan kaki bisa merasa lebik aman berada di trotoar itu. Seperti punya tameng yang melindungi dirinya dari kejamnya aspal jalan raya.
Sayangnya satu: jenis pohon besar yang ditanam itu terlalu kecil. Akan lama sekali menunggu pohon itu menjadi besar. Yang daunnya bisa rindang. Bisa menaungi trotoar itu dari kejamnya matahari tropis di tengah hari.
Saran saya: tanamlah pohon yang sudah besar. Yang lingkar batangnya sudah sebesar paha Via Vallen. Atau lebih besar lagi.
Terlalu menghemat menanam pohon sekecil itu. Terlalu lama menunggunya besar. Bisa lima tahun. Daunnya baru kelihatan rindang. Perlu dua masa jabatan gubernur untuk melihatnya rindang.
Di kota-kota baru Tiongkok tidak ada penanaman pohon yang kecil begitu. Rakyat tidak sabar. Masa jabatan gubernur juga pendek.
Tidakkah gubernur ingin ikut menikmati rindangnya kembali Jalan Thamrin? Di saat masih menjabat? Bukan setelah lama pensiun nanti? Yang bisa saja keburu diklaim hasil tanaman gubernur penggantinya?
Tapi ini bukan soal klaim-mengklaim. Ini soal keperluan Jakarta. Agar terasa rindang kembali.
Sudah tiga tahun mata kita sebal bila lewat di Jalan Thamrin. Pohon-pohon besarnya ditebang. Pagar-pagar darurat di mana-mana. Waktunya untuk segera rindang kembali.
Pohon besar itu juga sekaligus bisa menjadi tameng yang lebih kokoh. Bagi para pejalan kaki. Berjalan di trotoar Jalan Thamrin nanti menjadi sangat nyaman: lapang, indah, luas, lega, teduh dan aman. Seperti berjalan di lokasi yang eksklusif.
Ayolah pak gubernur. Ganti tanaman itu. Dengan pohon yang sudah besar. Saya sudah sering membuktikannya. Bisa. Saya selalu minta di kantor-kantor baru kami: tanam pohon yang sudah besar.
Dulu. Ketika masih punya kantor. Ahli-ahli taman kita sudah ahli memindahkan pohon besar. Pedagang-pedagang pohon sudah biasa mengerjakan itu.
Kalau itu dilaksanakan: dalam waktu satu tahun daunnya sudah bisa melindungi trotoar itu. Alangkah sulapannya!
Pembenahan trotoar Jalan Thamrin sudah mulai kelihatan wajah barunya. Kelihatannya akan cantik sekali. Benar-benar akan bisa menjadi wajah baru ibukota Indonesia.
Terima kasih proyek kereta bawah tanah. Anda memaksa Jakarta mengubah wajah Jalan Thamrinnya.
Terima kasih busway. Anda telah memaksakan jalur khusus itu. Tapi kelihatannya akan ada yang ‘njomplang’. Beton pemisah jalur busway itu akan kelihatan ‘’ugly’’. Terutama setelah semua bagian wajah Jalan Thamrin begitu cantiknya.
Beton pemisah itu akan terlihat begitu jeleknya. Akan menjadi seperti wajah yang sudah dimake-up terkena tahi burung yang jatuh dari udara.
Saya tahu pemisah itu harus kokoh dan agak tinggi. Agar pengendara tidak bisa memperkosanya. Untuk ikut masuk jalur busway. Tapi perlu menciptaan model baru: pemisah yang kokoh, anti pemerkosaan, tapi cantik. Agar sinkron dengan wajah baru Jalan Thamrin Jakarta.
Saya harus memuji wajah baru jalan utama ibukota. Tapi juga tidak sabar menunggu pohon besar dan pemisah busway itu.(dahlan iskan)