33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 14:31 PM WIB

Serobot Lahan Tahura, Bos PT ASP Diganjar Setahun Ngepas

DENPASAR – Meski terbukti bersalah melakukan pelanggaran dengan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam, namn Bos PT Anugrah Sarana Propertindo, Budiman Tiang, 39, hanya diganjar hukuman sangat ringan.

Pada sidang dengan agenda pembacaan tuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Dewa Gede Ngurah Sastradi hanya menuntut terdakwa Budiman 1 tahun penjara dikurangi masa penahanan dan denda Rp 50 juta subside 4 bulan penjara.

Tuntutan hukuman setahun ngepas bagi terdakwa, karena JPU menilai, terdakwa terbukti melanggar dakwaan alternatif pertama. Yakni Pasal 40 ayat (2) Juncto Pasal 33 ayat (3) UU RI Nomor 5/ 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati.

“Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa Budiman Tiang dengan pidana penjara selama setahun dikurangi masa penahanan sementara, dan denda Rp 50 juta subsider 4 bulan penjara,”terang JPU Sastradi didepan Majelis Hakim pimpinan IGN Putra Atmaja. 

Dalam dakwaan disebutkan, terdakwa membangun Rumah toko (Ruko) 23 unit lantai 3 pada tanggal 25 Agustus 2014, di atas tanah bersertifikat hak guna bangunan No.7004 kelurahan Benoa, Kuta Selatan,  Badung seluas 3460 M2 atas nama PT Anugrah Sarana Propertindo.

Setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak Unit Pelaksana Teknis (UPT), ditemukan sebagaian bangunan Ruko masuk kawasana Tahura Prapat Benoa-Suwung (RK.10) antara Pal Batas B.181 sampai Pal Batal B.182, simpang empat Siligita di Jalan by-pass Ngurah Rai, Lingkungan Bualu, Benoa, Kuta Selatan, Badung.

Atas temuan itu, pihak UPT kemudian memberi surat peringatan kepada terdakwa sebanyak tiga kali, namun tidak ada tanggapan dari terdakwa.

Selanjutnya, tim dari Satgas Polhut UPT Tahura Ngurah Rai dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah VIII melakukan pengukuran parsial, pada 2 Oktober 2015, guna memastikan letak terjadanya pelanggaran.

Lalu, setelah ditemukan pelanggaran, pihak UPT kembali melanyangkan surat peringantan yang kemudian direspon oleh terdakwa dengan mengirim perwakilan atas nama Hendra Tjahjadi guna menantangai surat pernyataan yang isinya akan melakukan pembongkaran 2 Unit Ruko.

Pembongkaran itu dilaksanakan pada 29 Oktober 2019 dan langsung dibuatkan berita acara.

Singkat cerita, pada 19 Oktober 2016 tim dari Polda Bali dan Bareakrim Mabes Porli, bersama Dinas Kehutanan, staff BPKH wilayah VIII Denpasar, kembali melakukan pengukuran  dan hasilnya ditemukan pelanggaran.

 

Lalu pada 18 Januari 2018, tim dari BPN Badung dan BPKH wilayah VIII Denpasar kembali melakukan pengukuran untuk menentukan luasan pelanggaran pembanguan Ruko tersebut.

Hasilnya, bangunan yang berdiri diluar sertifikat atas nama PT Anugrah Sarana Propertindo yakni seluas 9,1 are dengan rincian masuk ke dalam tanah kosong milik negara 5,47 are dan kawasan Tahura 3,63 are.

 

DENPASAR – Meski terbukti bersalah melakukan pelanggaran dengan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam, namn Bos PT Anugrah Sarana Propertindo, Budiman Tiang, 39, hanya diganjar hukuman sangat ringan.

Pada sidang dengan agenda pembacaan tuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Dewa Gede Ngurah Sastradi hanya menuntut terdakwa Budiman 1 tahun penjara dikurangi masa penahanan dan denda Rp 50 juta subside 4 bulan penjara.

Tuntutan hukuman setahun ngepas bagi terdakwa, karena JPU menilai, terdakwa terbukti melanggar dakwaan alternatif pertama. Yakni Pasal 40 ayat (2) Juncto Pasal 33 ayat (3) UU RI Nomor 5/ 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati.

“Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa Budiman Tiang dengan pidana penjara selama setahun dikurangi masa penahanan sementara, dan denda Rp 50 juta subsider 4 bulan penjara,”terang JPU Sastradi didepan Majelis Hakim pimpinan IGN Putra Atmaja. 

Dalam dakwaan disebutkan, terdakwa membangun Rumah toko (Ruko) 23 unit lantai 3 pada tanggal 25 Agustus 2014, di atas tanah bersertifikat hak guna bangunan No.7004 kelurahan Benoa, Kuta Selatan,  Badung seluas 3460 M2 atas nama PT Anugrah Sarana Propertindo.

Setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak Unit Pelaksana Teknis (UPT), ditemukan sebagaian bangunan Ruko masuk kawasana Tahura Prapat Benoa-Suwung (RK.10) antara Pal Batas B.181 sampai Pal Batal B.182, simpang empat Siligita di Jalan by-pass Ngurah Rai, Lingkungan Bualu, Benoa, Kuta Selatan, Badung.

Atas temuan itu, pihak UPT kemudian memberi surat peringatan kepada terdakwa sebanyak tiga kali, namun tidak ada tanggapan dari terdakwa.

Selanjutnya, tim dari Satgas Polhut UPT Tahura Ngurah Rai dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah VIII melakukan pengukuran parsial, pada 2 Oktober 2015, guna memastikan letak terjadanya pelanggaran.

Lalu, setelah ditemukan pelanggaran, pihak UPT kembali melanyangkan surat peringantan yang kemudian direspon oleh terdakwa dengan mengirim perwakilan atas nama Hendra Tjahjadi guna menantangai surat pernyataan yang isinya akan melakukan pembongkaran 2 Unit Ruko.

Pembongkaran itu dilaksanakan pada 29 Oktober 2019 dan langsung dibuatkan berita acara.

Singkat cerita, pada 19 Oktober 2016 tim dari Polda Bali dan Bareakrim Mabes Porli, bersama Dinas Kehutanan, staff BPKH wilayah VIII Denpasar, kembali melakukan pengukuran  dan hasilnya ditemukan pelanggaran.

 

Lalu pada 18 Januari 2018, tim dari BPN Badung dan BPKH wilayah VIII Denpasar kembali melakukan pengukuran untuk menentukan luasan pelanggaran pembanguan Ruko tersebut.

Hasilnya, bangunan yang berdiri diluar sertifikat atas nama PT Anugrah Sarana Propertindo yakni seluas 9,1 are dengan rincian masuk ke dalam tanah kosong milik negara 5,47 are dan kawasan Tahura 3,63 are.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/