32.7 C
Jakarta
22 November 2024, 17:01 PM WIB

Togar: Pelaku Industri Kreatif Bali Harus Melek HKI

DENPASAR – Denyut nadi pariwisata Bali adalah industri kreatif. Pada tataran nasional, ekonomi kreatif ini menyumbang pendapatan domestik bruto (PDB) hingga Rp 922 triliun pada 2016.

Cukup membanggakan mengingat kontribusi ekonomi kreatif Indonesia ke PDB ini merupakan yang terbesar ketiga di dunia dengan capaian 7 persen.

Di bawah Amerika Serikat (11 persen) dan Korea Selatan (9 persen). Sayangnya, khusus di Bali capaian luar biasa itu tak lantas membuat para perajin sejahtera.

Kurangnya kesadaran dan pemahaman terhadap regulasi hukum menjadi pemicu utama.

“Sangat disayangkan banyak karya kreatif para seniman lokal Bali ditiru dan dijiplak oleh seniman luar. Bila dibiarkan ini bisa menjadi ancaman serius bagi kelangsungan kehidupan industri kreatif Bali,” ucap Togar Situmorang.

Caleg DPRD Bali nomor urut 7 dari Partai Golkar Dapil Denpasar itu mengatakan untuk mencegah terjadinya peniruan,

penjiplakan, sekaligus perampasan karya cipta, sudah seharusnya para pelaku seni kreatif Pulau Dewata mendaftarkan karya cipta kreatif mereka.

Togar menekankan Pemerintah Provinsi Bali harus segera turun tangan dan memfasilitasi para perajin mengurus Hak Kekayaan Intelektual (HKI) mereka sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual.

“Ini penting dan menjadi pertaruhan harkat dan martabat negara kita. Ke depan, pertumbuhan ekonomi kreatif akan sangat pesat dan sudah dipastikan menyokong

agenda pembangunan ekonomi nasional,” tandas politisi yang berkomitmen mengangkat dan menyekolahkan sejumlah siswa berprestasi dari Bali yang terkendala biaya.

Kenapa pelaku ekonomi kreatif tidak boleh mengabaikan HKI? Togar Situmorang yang dijuluki panglima hukum karena

kerap membantu klien tak berduit itu menyebut regulasi di Indonesia masih sangat lemah sehingga memungkinkan klaim dilakukan oleh para oknum nakal.

Ditambahkannya, pihak eksekutif dan legislatif di Bali juga memiliki tanggung jawab menyampaikan hasil konferensi ekonomi kreatif dunia pertama yang digelar di Bali 6-8 November 2018 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC).

Togar menekankan Bali seharusnya tak hanya menjadi lokasi penyelenggaraan acara bertajuk World Conference on Creative Economy (WCCE)

yang diselenggarakan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Indonesia itu. Tapi sebaliknya, mendapatkan ilmu dari acara tersebut.

Togar menjelaskan acara dimaksud bertema Inclusively Creative yang mengangkat lima isu utama, yakni kohesi sosial, regulasi, pemasaran, ekosistem, dan pembiayaan industri kreatif.

“Nantinya, akan dirumuskan Deklarasi Bali yang bakal diusulkan ke Sidang Umum PBB di tahun depan.

Pemprov Bali atau pihak terkait harus memaparkan hasil pertemuan ini kepada para pelaku ekonomi kreatif. Tujuannya agar kita jadi tuan kreatif di rumah sendiri,” tegasnya. (rba)

DENPASAR – Denyut nadi pariwisata Bali adalah industri kreatif. Pada tataran nasional, ekonomi kreatif ini menyumbang pendapatan domestik bruto (PDB) hingga Rp 922 triliun pada 2016.

Cukup membanggakan mengingat kontribusi ekonomi kreatif Indonesia ke PDB ini merupakan yang terbesar ketiga di dunia dengan capaian 7 persen.

Di bawah Amerika Serikat (11 persen) dan Korea Selatan (9 persen). Sayangnya, khusus di Bali capaian luar biasa itu tak lantas membuat para perajin sejahtera.

Kurangnya kesadaran dan pemahaman terhadap regulasi hukum menjadi pemicu utama.

“Sangat disayangkan banyak karya kreatif para seniman lokal Bali ditiru dan dijiplak oleh seniman luar. Bila dibiarkan ini bisa menjadi ancaman serius bagi kelangsungan kehidupan industri kreatif Bali,” ucap Togar Situmorang.

Caleg DPRD Bali nomor urut 7 dari Partai Golkar Dapil Denpasar itu mengatakan untuk mencegah terjadinya peniruan,

penjiplakan, sekaligus perampasan karya cipta, sudah seharusnya para pelaku seni kreatif Pulau Dewata mendaftarkan karya cipta kreatif mereka.

Togar menekankan Pemerintah Provinsi Bali harus segera turun tangan dan memfasilitasi para perajin mengurus Hak Kekayaan Intelektual (HKI) mereka sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual.

“Ini penting dan menjadi pertaruhan harkat dan martabat negara kita. Ke depan, pertumbuhan ekonomi kreatif akan sangat pesat dan sudah dipastikan menyokong

agenda pembangunan ekonomi nasional,” tandas politisi yang berkomitmen mengangkat dan menyekolahkan sejumlah siswa berprestasi dari Bali yang terkendala biaya.

Kenapa pelaku ekonomi kreatif tidak boleh mengabaikan HKI? Togar Situmorang yang dijuluki panglima hukum karena

kerap membantu klien tak berduit itu menyebut regulasi di Indonesia masih sangat lemah sehingga memungkinkan klaim dilakukan oleh para oknum nakal.

Ditambahkannya, pihak eksekutif dan legislatif di Bali juga memiliki tanggung jawab menyampaikan hasil konferensi ekonomi kreatif dunia pertama yang digelar di Bali 6-8 November 2018 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC).

Togar menekankan Bali seharusnya tak hanya menjadi lokasi penyelenggaraan acara bertajuk World Conference on Creative Economy (WCCE)

yang diselenggarakan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Indonesia itu. Tapi sebaliknya, mendapatkan ilmu dari acara tersebut.

Togar menjelaskan acara dimaksud bertema Inclusively Creative yang mengangkat lima isu utama, yakni kohesi sosial, regulasi, pemasaran, ekosistem, dan pembiayaan industri kreatif.

“Nantinya, akan dirumuskan Deklarasi Bali yang bakal diusulkan ke Sidang Umum PBB di tahun depan.

Pemprov Bali atau pihak terkait harus memaparkan hasil pertemuan ini kepada para pelaku ekonomi kreatif. Tujuannya agar kita jadi tuan kreatif di rumah sendiri,” tegasnya. (rba)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/