Masyarakat Desa Amerta Bhuana, Selat, Karangasem sedang mengembangkan produksi gula semut dengan bahan baku dasar
dari tuak aren atau tuak manis. Selain aman bagi penderita kencing manis atau diabetes militus, gula semut produksi warga ini juga berkhasiat bagi penderita anemia.
WAYAN PUTRA, Amlapura
MESKI tujuannya untuk mendongkrak ekonomi masyarakat setempat, bagi warga, mengembangkan produk gula semut ini sengaja diproduksi warga untuk mengurangi produksi tuak wayah atau tuak hasil fermentasi yang mengandung alcohol memabukkan.
Gula semut tersebut merupakan gula merah yang di kristalkan dengan di oven dan di keringkan.
Bahkan, menurut warga setempat gula ini sangat bagus untuk diabet dan juga mencegah diabet.
Gula ini sendiri nantinya akan dipergunakan sebagai penganti gula pasir yang selama ini dinilai kurang sehat.
“Untuk penderita diabet atau kencing manis boleh karena ini pemanis alami bukan buatan,” ujar Komang Arnawa ketua kelompok Gula Semut Ambu.
Sementara salah satu kendalanya adalah soal kandungan air. hanya saja sekarang sudah ada solusi dengan mesin oven bantuan pemerintah.
Mesin ini mempu membuat kandungan air menjado nol persen. Dengan kandungan air seperti ini maka gula semut akan semakin awet dan bisa tahan sampai satu tahun.
“Kalau banyak air cepat lengkat,” ujarnya.
Sementara untuk warga memang beda antara satu dengan yang lainya tergantung bahan baku atau jenis tuak yang dipergunakan.
“Ada yang cokelat ada yang cokelat muda tergantung tuaknya,” ujarnya di amini Perbekel Amerta Bhuana Wayan Suara Arsana yang juga penggagas industri rumahan ini.
Sementara untuk gule semut Ambu ini dipergunakan adalah tuak arena tau jaka. Sementara bisa juga menggunakan tuak Kelapa dan Tuak ental. Sementara untuk tuak Kelapa dan Tuak Aren diakui cukup bagus untuk gula semut.
Sementara untuk mengasilkan gula dengan kwalitas bagus tergantung juga lau atau ramuan yang digunakan pada tuak.
Biasanya dengan campuran Las Nangka maka tuak akan bagus dan gulanya juga bagus.
Untuk produksi, dalam sehari dibatasi dengan 25 kg produksi. Sementara untuk 40 liter tuak bisa mengasilkan 15 kg gula semut.
Untuk harga per kolinya diakui memang mahal. Ini karena bahan bakunya yakni tuak juga mahal. “Per kilo kami jual Rp 150 ribu,” ujarnya.
Sedangkan untuk membuat gula semut dari tuak butuh waktu 4 jam.
Tuak di rebus dengan kompor sampai jadi gula, kemudian di kristalkan. Kemudian gula yang sudah di kristalkan di open agar kandungan airnya betul betul habis.
Untuk pemasaran sendiri memang belum dilakukan. Namun demikian pihaknya mengaku sudah beberapa kali ikut pemeran.
“Kalau penjualan belum baru lokalan saja,” tambahnya.
Ini karena poduksi tersebut juga baru mengawai sekitar sebulan lalu.
Nantinya, ia berharap pemasaran bisa dibantu pemerintah untuk bisa menembus hotel hotel.
Selain itu bisa dijual di warung dan juga mini market.
Saat ini di gudang juga masih ada stok sekitar 80 kemasan. Nantinya akan dipasang lebel.