DENPASAR – Sungguh tragis nasib I Ketut Kardita, 46. Sejak didakwa mengorupsi dana Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KPPE) di BRI dan BPD Cabang Singaraja, yang merugikan negara Rp 95 juta, hidupnya berubah total.
Dua anaknya yang masih SMP dan SD terpaksa putus sekolah karena sering dibully atau dirundung teman sekolahnya.
Kabar terakhir, sebulan setelah divonis pidana penjara selama 1 tahun oleh Pengadilan Tipikor Denpasar yang diketuai Engeliky Handajani Day pada 19 September lalu, Kardita sakit keras.
“Pak Kardita muntah darah di Rutan Singaraja. Setelah muntah darah dibawa ke rumah sakit beliau mengembuskan napas terakhir, meninggal dunia pada 19 Oktober lalu,” tutur Edy Hartaka, mantan pengacara Kardita kemarin.
Edy sendiri terkejut mendapat kabar meninggalnya Kardita. Menurut Edy, mendiang sudah mengeluh sakit saat menjalani persidangan.
Mendiang sempat mengajukan izin berobat pada majelis hakim, namun hakim meminta dilakukan setelah vonis sekalian karena jarak Denpasar – Singaraja yang cukup jauh.
“Saya yang kasihan itu anak-anaknya tidak mau sekolah karena dibully teman-temannya. Padahal, bapaknya sejatinya tidak bersalah,” tegas Edy.
Sementara itu, dalam amar putusan majelis hakim menyatakan, bahwa Kardita yang menjadi Ketua Kelompok Tani Ternak Sari Biji di Banjar Dinas Penulisan, Desa Tunjung,
Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsidair.
Selain pidana badan selama 1 tahun, Kardita juga dihukum pidana denda Rp 50 juta, subsidair tiga bulan kurungan. Kardita juga dibebankan membayar yang pengganti kerugian negara sebesar Rp 95 juta.
Hakim menegaskan, jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama satu bulan sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang.
“Jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama enam bulan,” jelas hakim Engeliky.(