Lembaga pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kerobokan sering dituding sebagai sarang besar bisnis narkoba di Bali.
Ini setelah hampir pelaku kejahatan narkoba yang tertangkap polisi, dari dulu sampai sekarang, mengaku dikendalikan dari dalam lapas. Benarkah?
MAULANA SANDIJAYA, Kerobokan
PERJALANAN Jawa Pos Radar Bali menuju Lapas Kelas IIA Kerobokan cukup seru. Bagaimana tidak, dari Jalan Teuku Umar hingga Jalan Raya Gunung Tangkupan Perahu, Kerobokan, lalulintas, begitu padat.
Kendaraan roda dua paling banter hanya bisa melaju dengan kecepatan 40 km/jam. Itupun harus berlenggak-lenggok menyalip dari kiri dan kanan.
Tepat di depan Lapas, lalulintas makin padat. Kendaraan pengunjung lapas keluar masuk membuat jalan sempit itu cukup menyiksa.
Bunyi klakson bersahutan dengan peluit juru parkir ditambah cuaca panas menyengat kulit. Sampai di lapas, Jawa Pos Radar Bali harus melalui serangkaian prosedur pemeriksaan.
Di antaranya lengan koran ini harus disetempel hologram tanpa tinta, yang jika dilihat mata telanjang seperti tidak distempel.
Selanjutnya menukar kartu identitas dengan tanda pengenal khusus. Pintu penjagaan berlapis harus dilalui sebelum menuju aula tempat Jawa Pos Radar Bali janjian dengan Kalapas Kelas IIA Kerobokan, Tonny Nainggolan.
Mengetahui yang datang sudah janjian dengan Kalapas, para sipir yang berjaga semua segan dan ramah.
Udara panas di luar lapas ternyata tidak teras di dalam. Di balik tembok pagar berduri setinggi 4 meter itu terasa adem.
Ini karena di dalam lapas banyak dibuat taman dengan berbagai pepohonan dan bunga. Lahan di dalam lapas juga masih sangat lapang.
Tidak seperti yang dibayangkan kebanyakan orang di luar: sempit. Sambil menunggu Tonny datang, suara speaker panggilan bagi warga binaan yang mendapat kunjungan terus terdengar.
Memakai baju endek biru, Tonny menyambut Jawa Pos Radar Bali dengan ramah. Tonny mengaku sudah melakukan segala cara untuk meminimalkan warga binaan terkontaminasi narkoba.
“Tapi, kami tidak menutup kemungkinan komunikasi dengan dunia luar masih ada,” ujar Tonny membuka pembicaraan.
Pria asal Tapanuli Utara, Sumatera, itu sudah memaksimalkan segala cara. Dia sudah mengubah strategi pengamanan, termasuk mempelajari fungsi inteligen.
“Tapi, namanya manusia, rupanya selalu belajar mempelajari untuk mencari kelemahan dan celah,” tuturnya sambil mengisap rokoknya.
Tonny bicara blak-blakan. Dia sudah memimpin Lapas Kelas IIA Kerobokan selama 1 tahun 10 bulan. Selama kepemimpinanya, sering kali berbagai jenis narkoba dilempar dari luar pagar.
Seingatnya sebanyak tujuh kali. Pernah ganja hampir setengah kilogram dilempar dari tembok sisi selatan.
Pernah juga sabu-sabu hampir 200 gram di lempar ke arah pura. Beruntung, semua itu ketahuan dan digagalkan.
Sambil kembali mengisap rokoknya, Tonny menguraikan ada 52 titik celah yang bisa dimanfaatkan narkoba masuk ke dalam lapas.
Mulai dari pintu gerbang, pintu pemeriksaan, hingga tembok pagar. “Setiap titik pintu itu bisa dijadikan celah masuk,” tandasnya.
Sedangkan modus menyelundupkan narkoba setidaknya ada sepuluh modus. Dijelaskan, modus pertama yaitu dilempar dari luar pagar.
Berikutnya dititipkan melalui pengunjung. Seperti belum lama ini narkoba disisipkan di lipatan celana yang dibawa pengunjung.
“Kadang ada juga yang melalui petugas. Ada petugas kami yang terlibat langsung kami proses, kami serahkan kepada penegak hukum,” tukasnya.
Cara berikutnya yaitu melalui barang makanan atau barang bawaan pengunjung. Selain itu, ada yang lewat pihak ketiga.
Biasanya mereka menitip orang yang menjadi mitra kerja lapas. Misal saat pelayanan kerohanian, kesehatan, dan pekerja.
Yang lebih unik lagi ada yang lewat binatang, seperti hewan kucing yang sengaja dibawa dari luar. Kadang ada juga lewat layang-layang dan drone.
“Dari sepuluh modus itu, lewat pengunjung dan barang bawaan dalam roti, odol, sampo, paling banyak,” tukasnya.
Modus terbaru yakni lewat jasa ojek online. Pihak pengirim sengaja mengirim barang seperti roti atau lainnya ke dalam lapas dengan jasa ojek.
Mengatasi hal itu, pihaknya sudah bersurat kepada pihak gojek, bahwa pengiriman barang supaya menuruti atau menyesuaikan aturan yang ada di dalam lapas.
Pemeriksaan pada pengunjung terus perketat. Khususnya pengamanan barang dan orang-orangnya. Di bagian pemeriksaan ada tujuh orang yang memeriksa.
“Kami juga menggeledah tahanan yang pulang sidang atau bekerja di luar. Kalau pulang sidang paling sering bawa barang-barang seperti ponsel,” ungkapnya.
Menurut Tonny, pemicu Lapas Kelas IIA Kerobokan sulit lepas dari jerat narkoba karena 70 persen lebih penghuninya berasal dari kasus narkoba.
Hal itu tentu mempengaruhi isi di dalam lapas. Lapas yang semestinya berkapasitas 300 orang itu dihuni 1.568 orang.
“Dari jumlah 1.568 orang itu, hampir 1.000 orang kasus narkoba,” beber Tonny. Luas lahan lapas sendiri 3,8 hektare.
Cukup luas jika dibandingkan lapas lain seperti Lapas Sukamiskin di Bandung. Di dalam Lapas Kelas IIA Kerobokan terdapat 12 blok wisma.
Dari 12 blok itu, 9 di antaranya menampung pelaku kejahatan narkoba. Sedangkan 3 blok sisanya dihuni kriminal umum.
Tapi, melihat jumlah narkoba yang terus meningkat, akhirnya 3 blok itu kecipratan tahanan narkoba.
Tentunya membuat warga binaan bukan kasus narkoba mengalami kurang nyaman, karena sudah isinya banyak ditambah lagi mereka harus berbagi tempat dan fasilitas. (*)