DENPASAR – Cuitan pedas Sekretaris Komisi 1 DPRD Bali Dewa Nyoman Rai yang “mendesak” Polda Bali segera memenjarakan mantan Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta menuai respons.
Politisi yang juga anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali ini mendesak sekaligus mempertanyakan kinerja Kapolda Bali Irjen Pol Petrus Reinhard Golose atas lambatnya penanganan kasus Sudikerta.
Katanya, semua preman ditangkap, diborgol, dan dibui. Kenapa hal serupa tidak berlaku sama pada Ketut Sudikerta?
Togar Situmorang SH MH MAP, kuasa hukum Sudikerta, Minggu (6/1) mengaku tak mempermasalahkan pertanyaan, peringatan, dan desakan Dewa Rai terhadap Polda Bali.
Ditemui di Kantor Hukum Togar Situmorang & Associates, dia berkata Dewa Nyoman Rai yang berstatus sarjana hukum seharusnya paham tahapan-tahapan proses hukum.
“Dewa Rai yang dulu pada tahun 2007 pernah tersangkut kasus hukum illegal logging sehingga dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung
dalam tingkat Kasasi dan dijatuhi hukuman vonis 8 bulan penjara seharusnya sudah lebih banyak tahu lagi mengenai tahapan-tahapan proses hukum,” tandas Togar.
Advokat yang juga Caleg Golkar DPRD Bali no. 7 dapil Denpasar itu mengingatkan seharusnya Dewa Nyoman Rai sebagai wakil rakyat
di komisi yang membidangi masalah hukum lebih bisa memberikan edukasi atau pemahaman hukum kepada masyarakat.
Bukan malah menyuguhkan pernyataan-pernyataan yang bisa menimbulkan gejolak di masyarakat seperti statement “Jangan sampai dengan tidak segera ditahannya Sudikerta akan menimbulkan preseden buruk”.
“Ini kan keliru. Masyarakat harus tahu itu. Jangan hanya melihat suatu perkara pidana dari segi objektifnya saja, tapi harus dilihat juga dari segi subyektifnya. Aturan-aturan tersebut tertera dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP,” tegas pria murah senyum itu.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 ungkapnya juga mengatur adanya Asas Praduga Tidak Bersalah, asas di mana seseorang dianggap tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah dan bersifat inkracht.
“Semua preman saja ditangkapi, diborgol, dan dibui, apalagi yang terlibat dan terbukti bersalah dalam kasus pembunuhan terhadap seorang prajurit TNI AD ya itu memang patut untuk dibui.
Tapi hal-hal tersebut apa kaitannya dengan Sudikerta? Apakah klien kami seorang preman? seorang pembunuh sehingga harus diborgol?” tanya Togar.
“Janganlah terlalu bernafsu untuk memenjarakan seseorang!” sambungnya. Togar berpendapat Polda Bali telah profesional menangani perkara Sudikerta. Bebas dari intervensi.
Pihaknya mengaku kooperatif dengan proses hukum yang berlangsung. Status cekal Sudikerta terangnya telah mengikis potensi Sudikerta melarikan diri maupun menghilangkan barang bukti.
Lebih lanjut, Togar memandang motivasi dan kepentingan Dewa Rai minta Kapolda Bali penjarakan Sudikerta merupakan sikap provokatif dan tidak pantas.
Sikap sang politikus dinilai arogan; Syahwat politik yang berlebihan. Polisi, terangnya sesuai dengan UU kepolisian dan SKEP Kapolri menegaskan bahwa setiap kasus pidana akan diproses sesuai dengan aturan hukum baik KUHAP yang berlaku.
“Jadi kita minta kepada Sekretaris Komisi 1 DPRD Provinsi Bali segera mencabut pernyataannya karena ini ranah hukum bukan ranah politik dan dia sebagai dewan harusnya mengawasi bukan provokasi dan intervensi,” tegasnya.
Menariknya, Togar menyentil Dewa Rai belajar tentang hukum acara pidana supaya paham tentang proses hukum pidana. Tidak mengintervensi hukum dengan politik.
“Apalagi jelang pencoblosan. Buatlah pernyataan yang kondusif,” pintanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Dewa Rai menilai Sudikerta harus segera dibui karena terlilit banyak pasal. Mantan wakil bupati Badung dua periode,
ini dijerat Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KHUP tentang pidana penipuan dan penggelapan, dan Pasal 263 ayat (2) KUHP tentang penggunaan surat palsu
dan Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. (rba)