25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:37 AM WIB

Diminta Terus Sekolah, KPPAD: Dilecehkan, Korban Harus Berani Melawan

GIANYAR – Gusti Ngurah Raka Putra, 54, alias Gusti Camat, hanya bisa menyesali perbuatan kejinya, menghamili anak kandungnya – sebut saja namanya Melati hingga hamil enam bulan.

Akibat perbuatannya, Gusti Camat terancam hukuman paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun.

Tersangka dijerat pasal 81 ayat (3) UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Kasus ini sendiri terus bergulir di kepolisian. Penyidik Polres Gianyar masih mendalami keterangan tersangka untuk kepentingan pemberkasan.

Penyidik juga masih memerlukan keterangan korban. Karena itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Gianyar ikut turun tangan mendampingi korban.

“Kasusnya sudah ditangani kepolisian dan kami mendampingi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP),” ujar Kepala DP3AKB Gianyar Cokorda Tisnu.

Terkait nasib sekolahnya, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Gianyar. Termasuk sekolah korban.

“Supaya tidak putus sekolah, kami memfasilitasi untuk bisa kembali sekolah melalui koordinasi Dinas Pendidikan,” tukasnya.

Sementara itu, Komisioner Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali, Made Ariasa, menyayangkan kasus itu.

“Lebih miris lagi kehamilan ini akibat perbuatan bejat ayah kandungnya,” ujar Made Ariasa saat dihubungi terpisah kemarin.

Komisioner asal Desa Mas, Kecamatan Ubud itu mengaku tidak bisa hanya menyalahkan ayah kandungnya.

“Kalau mau fair si ibu kandung maupun si korban juga bisa disalahkan karena kurang rungu (perhatian, red) terhadap suami maupun anaknya.

Termasuk si korban juga kurang mandiri dan cerdas serta berani dalam mengambil sikap dan tindakan,” jelasnya.

Padahal kata dia, sosialisasi dari sekolah dan pemerintah selama ini mengajak anak untuk berani mengatakan tidak pada tindak pidana terutama kasus asusila ini.

“Tapi kenyataannya kembali pada mental anak-anak dari pendidikan keluarga maupun formal di sekolah,” jelasnya.

Pihaknya mengajak semua pihak jangan hanya menghujat, melainkan ikut berkontribusi secara nyata dengan memberi solusi nyata.

“Dan berkarya nyata dengan ikut peduli dalam melakukan berbagai upaya pencegahan sekaligus mendukung secara nyata berbagai program pemerintah.

Mulai dari meningkatkan hubungan komunikasi dalam keluarga, khususnya anak-anak,” tukasnya. 

GIANYAR – Gusti Ngurah Raka Putra, 54, alias Gusti Camat, hanya bisa menyesali perbuatan kejinya, menghamili anak kandungnya – sebut saja namanya Melati hingga hamil enam bulan.

Akibat perbuatannya, Gusti Camat terancam hukuman paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun.

Tersangka dijerat pasal 81 ayat (3) UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Kasus ini sendiri terus bergulir di kepolisian. Penyidik Polres Gianyar masih mendalami keterangan tersangka untuk kepentingan pemberkasan.

Penyidik juga masih memerlukan keterangan korban. Karena itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Gianyar ikut turun tangan mendampingi korban.

“Kasusnya sudah ditangani kepolisian dan kami mendampingi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP),” ujar Kepala DP3AKB Gianyar Cokorda Tisnu.

Terkait nasib sekolahnya, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Gianyar. Termasuk sekolah korban.

“Supaya tidak putus sekolah, kami memfasilitasi untuk bisa kembali sekolah melalui koordinasi Dinas Pendidikan,” tukasnya.

Sementara itu, Komisioner Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali, Made Ariasa, menyayangkan kasus itu.

“Lebih miris lagi kehamilan ini akibat perbuatan bejat ayah kandungnya,” ujar Made Ariasa saat dihubungi terpisah kemarin.

Komisioner asal Desa Mas, Kecamatan Ubud itu mengaku tidak bisa hanya menyalahkan ayah kandungnya.

“Kalau mau fair si ibu kandung maupun si korban juga bisa disalahkan karena kurang rungu (perhatian, red) terhadap suami maupun anaknya.

Termasuk si korban juga kurang mandiri dan cerdas serta berani dalam mengambil sikap dan tindakan,” jelasnya.

Padahal kata dia, sosialisasi dari sekolah dan pemerintah selama ini mengajak anak untuk berani mengatakan tidak pada tindak pidana terutama kasus asusila ini.

“Tapi kenyataannya kembali pada mental anak-anak dari pendidikan keluarga maupun formal di sekolah,” jelasnya.

Pihaknya mengajak semua pihak jangan hanya menghujat, melainkan ikut berkontribusi secara nyata dengan memberi solusi nyata.

“Dan berkarya nyata dengan ikut peduli dalam melakukan berbagai upaya pencegahan sekaligus mendukung secara nyata berbagai program pemerintah.

Mulai dari meningkatkan hubungan komunikasi dalam keluarga, khususnya anak-anak,” tukasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/