DENPASAR – Tokoh anti korupsi dan anti intoleransi yang juga advokat senior Togar Situmorang SH MH MAP mengajak segenap elemen masyarakat Bali termasuk juga khususnya
para elite politik untuk memaknai perayaan Nyepi Tahun Saka 1941 pada 7 Maret 2019 dengan introspeksi diri, meningkatkan toleransi dan spirit manyama braya.
“Kita tahu di tahun politik ini situasinya menghangat bahkan bisa memanas. Tapi hati dan pikiran kita harus tetap dingin dan perayaan Nyepi ini jadi momentum untuk meredam
gejolak dinamika situasi politik yang ada dengan introspeksi diri, tingkatkan toleransi dan manyama braya,” kata Togar Situmorang ditemui di kantor hukumnya, Law Firm Togar Situmorang & Associates di Denpasar, Senin (4/3).
Pria yang dijuluki “panglima hukum” yang juga caleg DPRD Bali dapil Denpasar nomor urut 7 dari partai Golkar ini mengajak nilai-nilai toleransi,
kedamaian dan semangat gotong royong serta manyama braya masyarakat Bali jangan sampai tercabik-cabik karena perbedaan pilihan politik.
Begitu juga para elite politik seharusnya mampu menjadi panutan dan penuntut jalan serta memberikan pencerahan pada masyarakat untuk selalu hidup rukun berdampingan tanpa memandang perbedaan pilihan politik yang ada.
Caleg millennial yang dikenal dengan komitmen dan aksi nyata “Siap Melayani Bukan Dilayani” itu juga berharap Catur Brata Penyepian dapat dijalankan dengan baik dan semua pihak ikut menjadi keheningan dan ketenangan Nyepi.
Sehingga perayaan Nyepi di Bali benar-benar bisa jadi contoh bagi masyarakat Indonesia dan dunia.
“Bali itu miniatur Indonesia dan dunia dan dikenal sebagai island of peace, island of tolerance. Ini yang membuat Bali nyaman layaknya surga bagi setia orang.
Ini yang harus kita jaga dan pertahankan bersama-sama,” ajak Togar Situmorang yang sudah puluhan tahun di Bali dan mengaku sangat cinta Bali.
Ketua Umum POSSI (Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia) Kota Denpasar itu juga mengapresiasi kreativitas generasi muda dalam menciptakan ogoh-ogoh yang selalu menjadi daya tarik tersendiri saat diarak pada hari Pangrupukan (sehari jelang Nyepi).
Pelestarian ogoh-ogoh ini terus berkembang namun tetap sesuai jati diri budaya Bali. Togar pun terus mendukung kreativitas generasi muda Sekaa Teruna Teruni (STT) di Denpasar
dalam mengkreasikan ogoh-ogoh baik dari sisi estetika tampilan maupun juga ketertiban saat pengarakannya di hari Pangrupukan.
Namun Dewan Pakar Forum Bela Negara ini tetap berharap pengarakan ogoh-ogoh tahun ini jangan sampai melenceng dari identitas budaya Bali.
Misalnya jangan sampai lagi menggunakan mercon atau sound system yang misalnya juga dengan memutar musik dangdut.
“Sesuai imbauan Pak Walikota, jangan ada lagi ogoh-ogoh gunakan sound system. Gunakan saja gamelan baleganjur, kentungan, tektekan atau pakai obor
sehingga tetap menunjukkan identitas adat budaya Bali,” harap pria yang tengah menyelesaikan pendidikan Doktor (S-3) Ilmu Hukum di Universitas Udayana itu.
Togar juga berharap jangan sampai ada ogoh-ogoh berwarna politik atau disusupi kepentingan kepentingan politik.
Misalnya jangan sampai saat diarak ada atribut ogoh-ogoh menyerupai salah satu simbol partai politik atau caleg tertentu.
Ataupun ada STT yang menggunakan atribut terkait caleg ataupun parpol seperti dalam bentuk kaos, bendera atau lainnya.
“Rangkaian hari raya Nyepi harus benar-benar steril dari kepentingan politik. Jadi mari kita Nyepi sehari bebaskan diri dari hasrat atau kepentingan politik apapun menuju Bali yang shanti, damai lahir batin,” tutup Togar. (rba)