28.1 C
Jakarta
22 November 2024, 18:37 PM WIB

Fix, Terbukti Korupsi Dana Kematian, Dua Kelian Dinas Diganjar 4 Tahun

DENPASAR – Kasus korupsi dana santunan kematian dengan dua terdakwa Kelian Dinas Banjar Munduk Ranti, I Gede Astawa, 48,

dan Kelian Dinas Banjar Sari Kuning Tulungangung, I Dewa Ketut Artawan, 53, memasuki babak akhir di Pengadilan Tipikor Denpasar, kemarin (8/5).

Majelis hakim yang diketuai Wayan Sukanila tidak banyak memberikan diskon hukuman pada dua terdakwa.

Dalam amar putusannya, hakim mengganjar terdakwa I Gede Astawa dengan pidana penjara selama empat tahun. Selain itu hakim juga menjatuhkan pidana denda.

“Menjatuhkan pidana denda Rp 200 juta subsider satu bulan kurungan,” tandas hakim Sukanila.

Astawa yang menjabat sebagai Kelian Dinas Banjar Munduk Ranti sejak tahun 2003 – 2014  juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 32.700.000, atau sesuai yang dinikmati terdakwa.

Uang pengganti itu dibayarkan dalam tenggang waktu satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bedanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

“Jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup, maka terdakwa dipidana penjara selama tiga bulan,” imbuh hakim asal Tabanan, itu.

Vonis pidana penjara empat tahun juga dikenakan kepada terdakwa Artawan. Hanya saja beban uang pengganti yang harus dibayarkan Artawan lebih besar, yakni Rp 70.400.000, atau sesuai yang ia korupsi.

“Jika tidak mempunyai harta benda yang cukup, maka dipidana penjara selama enam bulan,” beber hakim.

Vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih ringan enam bulan dibadingkan tuntutan yang diajukan tim jaksa.

Sebelumnya tim jaksa dari Kejari Jembrana menuntut kedua terdakwa dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan.

Dalam pertimbangan hakim, kedua terdakwa dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tidak pidana korupsi.

Para terdakwa tidak melakukan upaya pengembalian kerugian uang negara yang timbul secara optimal.

Sementara hal meringankan, terdakwa belum pernah melakukan tindak pidana dan belum pernah dihukum.

Kedua terdakwa dinyatakan terbukti bersalah menilep dana santunan kematian Pemkab Jembrana tahun 2015.

Sebagaimana dakwaan primer, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Menanggapi putusan majelis hakim, para terdakwa melalui tim penasihat hukum dari Pos Bantuan Hukum (PBH) Peradi Denpasar menyatakan menerima.

“Terima kasih, Yang Mulia. Atas putusan yang dijatuhkan kami menerima,” kata Desi Purnani, anggota penasihat hukum terdakwa.

Pernyataan serupa disampaikan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jembrana, Ketut Lili juga menyatakan menerima.

DENPASAR – Kasus korupsi dana santunan kematian dengan dua terdakwa Kelian Dinas Banjar Munduk Ranti, I Gede Astawa, 48,

dan Kelian Dinas Banjar Sari Kuning Tulungangung, I Dewa Ketut Artawan, 53, memasuki babak akhir di Pengadilan Tipikor Denpasar, kemarin (8/5).

Majelis hakim yang diketuai Wayan Sukanila tidak banyak memberikan diskon hukuman pada dua terdakwa.

Dalam amar putusannya, hakim mengganjar terdakwa I Gede Astawa dengan pidana penjara selama empat tahun. Selain itu hakim juga menjatuhkan pidana denda.

“Menjatuhkan pidana denda Rp 200 juta subsider satu bulan kurungan,” tandas hakim Sukanila.

Astawa yang menjabat sebagai Kelian Dinas Banjar Munduk Ranti sejak tahun 2003 – 2014  juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 32.700.000, atau sesuai yang dinikmati terdakwa.

Uang pengganti itu dibayarkan dalam tenggang waktu satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bedanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

“Jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup, maka terdakwa dipidana penjara selama tiga bulan,” imbuh hakim asal Tabanan, itu.

Vonis pidana penjara empat tahun juga dikenakan kepada terdakwa Artawan. Hanya saja beban uang pengganti yang harus dibayarkan Artawan lebih besar, yakni Rp 70.400.000, atau sesuai yang ia korupsi.

“Jika tidak mempunyai harta benda yang cukup, maka dipidana penjara selama enam bulan,” beber hakim.

Vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih ringan enam bulan dibadingkan tuntutan yang diajukan tim jaksa.

Sebelumnya tim jaksa dari Kejari Jembrana menuntut kedua terdakwa dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan.

Dalam pertimbangan hakim, kedua terdakwa dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tidak pidana korupsi.

Para terdakwa tidak melakukan upaya pengembalian kerugian uang negara yang timbul secara optimal.

Sementara hal meringankan, terdakwa belum pernah melakukan tindak pidana dan belum pernah dihukum.

Kedua terdakwa dinyatakan terbukti bersalah menilep dana santunan kematian Pemkab Jembrana tahun 2015.

Sebagaimana dakwaan primer, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Menanggapi putusan majelis hakim, para terdakwa melalui tim penasihat hukum dari Pos Bantuan Hukum (PBH) Peradi Denpasar menyatakan menerima.

“Terima kasih, Yang Mulia. Atas putusan yang dijatuhkan kami menerima,” kata Desi Purnani, anggota penasihat hukum terdakwa.

Pernyataan serupa disampaikan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jembrana, Ketut Lili juga menyatakan menerima.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/