DENPASAR – Sidang sengketa informasi publik antara WALHI Bali melawan Pelindo III Cabang Benoa di Kantor Komisi Informasi Provinsi Bali, Denpasar digelar pada Jumat (17/5) memasuki babak akhir.
Sidang dengan agenda pembacaan putusan itu akhirnya memutus dokumen AMDAL reklamasi Pelindo III Cabang Benoa yang dilakukan di areal Pelabuhan Benoa merupakan dokumen yang wajib dibuka.
Sebagaimana yang tertuang dalam putusan Komisi Informasi setebal 80 halaman yang dibaca secara bergiliran selama lebih dari 3 jam oleh Majelis Komisioner Komisi Informasi diantaranya I Gede Agus Astapa selaku Ketua Majelis serta Ketut Suharya Wiyasa dan I Gusti Ngurah Wirajasa selaku anggota.
Direktur Eksekutif WALHI Bali Untung Pratama mengungkapkan, berdasarkan putusan tersebut Pelindo III Cabang Benoa wajib memberikan perizinan tersebut paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah putusan diterima.
“Berdasarkan putusan majelis komisioner, Pelindo III wajib memberikan perizinan reklamasi di areal Pelabuhan Benoa kepada WALHI Bali”, tegasnya usai sidang tersebut digelar.
Untung Pratama juga menambahkan putusan, tersebut juga merupakan bentuk kemenangan bagi masyarakat Bali atas hak atas informasi terkait suatu keputusan mengancam hajat hidup.
Selain itu, atas putusan itu juga menjadi pelajaran bagi perusahaan lain, baik yang dimiliki oleh swasta atau dimiliki oleh negara agar tidak menutup informasi proyek yang dikerjakannya serta wajib melibatkan masyarakat seluas-luasnya.
“Badan usaha milik negara atau badan swasta wajib membuka informasi terkait proyeknya dan wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk berpartisipasi secara penuh dan aktif”, ujarnya.
Sedangkan tim hukum WALHI Bali Adi Sumiarta menyatakan memang sudah sepantasnya Pelindo III membuka seluas-luasnya informasi terkait perizinan perluasan pelabuhan Benoa kepada masyarakat, karena selama ini Pelindo III selalu menyatakan bahwa proyek itu untuk kepentingan publik.
Adi juga menjelaskan bahwa pada intinya, tujuan sebenarnya dari WALHI Bali menyengketakan Pelindo III di Komisi Informasi Propinsi Bali karena kami ingin membuka mata publik bahwa Pelindo III tidak transparan dalam pembangunan reklamasinya.
Lebih lanjut, Adi juga menegaskan bahwa sikap Pelindo III yang mempersulit WALHI Bali untuk mendapatkan informasi publik sangat bertolak belakang dengan award yang diterima oleh Pelindo III dari KIP Pusat.
“Award sebagai BUMN informatif yang diberikan KIP Pusat untuk Pelindo III tidak cocok”, tegasnya.
Atas putusan tersebut Adi juga memberikan apresiasinya kepada majelis komisioner KIP Bali dan meminta kepada Pelindo III untuk mematuhi putusan dari majelis Komisi Informasi Publik tersebut dengan memberikan salinan informasi terkait perizinan perluasan pelabuhan Benoa dengan cara reklamasi kepada Walhi Bali selaku Pemohon.