DENPASAR – Kebutuhan listrik yang tidak seimbang dengan ketersediaan energi membuat Pulau Bali terancam krisis listrik.
Bahkan, jika tidak ada penambahan kapasitas baru, Bali benar-benar terancam krisis listrik. Dan, ancaman itu dibalas Gubernur Koster dengan merancang Pergub Energi Bersih.
Yang menarik, selain panas bumi, dalam rancangan pergub itu disebutkan juga mengenai pemanfaatan tenaga surya sebagai pemasok sumber energi listrik.
Itu termuat dalam Pasal 21 ayat (3). Pasal ini mengatur mengenai konservasi pada pengembangan bangunan hijau yang dilakukan dengan menyeimbangkan energi pemakaian dengan yang dihasilkan.
Pada ayat (3) pasal tersebut, khususnya poin a, disebutkan bahwa bangunan dengan luas lantai paling sedikit 500 meter persegi atau lima are, wajib memasang instalasi panel atap surya.
Jumlahnya paling sedikit 50 persen dari luar atap bangunan. Masih dalam ayat yang sama, ketentuan ini berlaku juga untuk komplek industri, bangunan komersial, rumah mewah, komplek perumahan, apartemen serta bangunan fasilitas umum lainnya.
Bahkan dalam ayat (4), ketentuan pemanfaatan panel surya ini wajib dilakukan untuk bangunan baru pada 2020 mendatang. Serta paling lambat 2022 untuk bangunan lama.
Terkait ketentuan pasal ini, dalam uji publik kemarin terungkap bahwa ketentuan ini dirasa perlu dikaji. Karena dari kalangan industri, ketentuan ini dinilai agak merugikan.
Terlepas dari itu, para peserta yang hadir dalam uji publik itu sepakat dengan rancangan aturan yang akan dikeluarkan Gubernur Koster tersebut.
Hanya saja, seperti ditegaskan Setiawan, masih perlu dilakukan penyempurnaan. Sesuai dengan catatan maupun masukan yang muncul dalam uji publik kemarin.
“Setelah ada penyempurnaan, kami akan melaporkannya ke gubernur. Nanti akan dikonsultasikan juga ke Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri). Sesuai protap, Biro Hukum yang akan melakukannya,” jelas Setiawan.
Dalam uji publik kemarin, latar belakang penyusunan Pergub Energi Bersih dimoderatori Wayan Rideng. Staf Ahli Gubernur Bali ini melibatkan beberapa komponen terkait.
Di antaranya PLN, LSM yang bergerak di bidang energi, sampai dengan akademisi. Sedangkan dari pihak eksekutif atau Pemprov Bali di antaranya diwakili dua organisasi perangkat daerah (OPD) yang menjadi leading sector penyusunan aturan ini.
Hadir juga dari Dinas Tenaga Kerja serta Energi Sumber Daya dan Mineral (Disnaker ESDM). Serta Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Bali yang menjadi bertugas menyusun isi dari peraturan tersebut.
Sementara itu, Gubernur Koster dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kepala Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Bali Ida Bagus Sudarsana mengatakan,
jika kebijakan dan strategi yang diperlukan untuk membangun sistem energi bersih yang mandiri, berkeadilan dan berkelanjutan
di daerah demi menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali sesuai dengan nilai-nilai Sad Kerthi dalam mewujudkan pulau Bali yang bersih, hijau dan indah.
“Rancangan Peraturan Gubernur tentang Energi Bersih ini merupakan produk hukum paling inovatif dan pertama kali di Indonesia yang dibuat secara mandiri oleh Pemerintah Provinsi Bali,” jelas Koster seperti dibacakan oleh Sudarsana.