Bukan rahasia lagi jika kawasan Teluk Benoa sudah lama diincar para investor. Maklum, Teluk Benoa berada di kawasan segitiga emas Pulau Bali.
Yakni Pelabuhan Benoa – Bandara Ngurah Rai – Tanjung Benoa. Ibarat gadis seksi, para investor selalu inging mengangkangi kawasan Teluk Benoa.
MAULANA SANDIJAYA, Denpasar
PEMBANGUNAN Jalan Tol Bali Mandara juga disinyalir memuluskan rencana megaproyek di Teluk Benoa. Tentu saja dengan cara membuat daratan baru alias reklamasi.
Rencana reklamasi yang sudah lama mencuat ke publik adalah reklamasi 800 hektare proyek PT TWBI.
Ambisi investor menanamkan modalnya di kawasan Teluk Benoa semakin terang benderang dengan bergulirnya perkara penipuan
dan penggelapan senilai Rp 16,1 miliar yang menyeret mantan Kadin Bali, AA Ngurah Alit Wira Putra, 50, di pengadilan.
Saat diwawancarai Jawa Pos Radar Bali, Sutrisno Lukito Disastro bos PT Bangun Segitiga Mas (BSM) terang-terangan mengutarakan
hasratnya mengeksekusi proyek pengembangan Pelabuhan Benoa. Melalui bendera PT BSM, Sutrisno ingin memperluas Pelabuhan Benoa seluas 400 hektare.
Sutrisno menyatakan sudah mendapat dukungan dari lembaga dewan melalui Ketua DPRD Bali saat itu, AA Oka Ratmadi alias Cok Rat.
Lantas akan dipergunakan untuk apa saja lahan 400 hektare itu? “Rencananya waktu itu ada sirkuit F1 (ajang balap mobil Formula 1) di Bali. Kalau F1 bisa di Bali, itu luar biasa,” ujar Sutrisno ditemui usai sidang.
Saat diwawancarai Sutrisno didampingi pengacaranya, Agus Sujoko. “Kami sudah bicara dengan pihak F1. Agar ada kalender F1 di Indonesia. Kami sudah bikin semuanya,” imbuh pria paro baya itu.
Menurut Sutrisno, saat ini Bali hanya memiliki satu pintu untuk wisatawan asing, yakni Bandara Ngurah Rai. Sutrisno menilai hal itu tidak efektif.
Bali yang menjadi destinasi wisata dunia tidak cukup hanya memiliki satu pintu (bandara). “Dulu ada pilot yang mabuk, berapa jam tidak bisa mendarat. Maka, kami berharap dari laut juga bisa masuk,” sambungnya.
Ia juga menyoal pembangunan Bandara di Buleleng yang tidak jelas juntrungnya. Sutrisno menyebut hal itu menghambat.
“Masak sih di Makassar saja ada dua runway, di Surabaya ada dua runway. Di Bali baru ada satu runway,” cetusnya.
Selain bandara, pintu wisatawan asing ke Bali adalah pelabuhan. Ia menyayangkan Bali tidak memiliki pelabuhan besar yang bisa digunakan bersandar kapal pesiar besar.
“Saya menaruh kapal pesiar saja numpang-numpang. Ini kan sangat menyedihkan. Padahal, Bali ini kan terkenal di seluruh dunia,” tukas pria berkacamata itu.
Pengusaha asal Jakarta itu juga ingin membuat yacht club atau klub kapal pesiar ke Bali. Caranya, yacht club yang ada di Amerika diboyong ke Bali.
Menurut Sutrisno, yacht club di Amerika saat musim dingin tidak efektif karena tertutup es. Jika bisa dipindahkan ke Bali yang beriklim tropis atau hangat, maka yacht club bisa terus digunakan sepanjang waktu.
Apakah Anda yang punya yacht club? “Saya kebetulan anggota yacht club,” jelasnya. Tidak hanya itu saja, Sutrisno juga bermimpi membangun wahana olahraga air atau marine sports.
“Kami hobi-hobi diving, punya diving club. Kenapa nggak dibikin di Bali. Pokoknya marine sport semua ada di Bali.
Diving dan surfing internasional ada di Bali. Kantor pusatnya ada di Benoa. Itu impian saya,” tuturnya bersemangat.
Namun, upaya mewujudkan hasrat itu gagal total. Sutrisno tertipu pengurusan izin proyek oleh AA Ngurah Alit Wira Putra, 50.
Kasusnya saat ini masih disidangkan di PN Denpasar. Setelah proyek perluasan Pelabuhan Benoa seluas 400 hektare itu gagal, Sutrisno mengaku belum menyerah.
Ia sempat membawa perusahaan berbendera PT Nusa Mega Penida yang diklaim sebagai perusahannya sendiri.
Melalui PT Nusa Mega Penida itu Sutrisno ingin mereklamasi seluas 80 hektare. Lokasi reklamasi 80 hektare berbeda dengan yang 400 hetare.
Tapi, lagi-lagi usahanya gagal. “Padahal, kalau seandainya yang 80 hektare ini berhasil, saya anggap menghapus dosa sebelumnya,” tukasnya.
Berdasar dakwaan JPU, rencananya pengembangan pelabuhan akan dibangun dermaga baru tempat bersandarnya kapal, terminal penumpang internasional, terminal penumpang domestik,
dan marina center atau tempat bersandarnya kapal pesiar ukuran kecil, hotel, pertokoan, pembangkit listrik, depo minyak, dan pusat budaya seperti pentas musik.
Karena gagal, proyek pengembangan Pelabuhan Benoa itu kini digarap Pelindo III sendiri. Sutrisno mengaku sangat kecewa.
Padahal, ia sudah mengeluarkan Rp 16,1 miliar. Uang tahap pertama dikeluarkan Rp 6 miliar diberikan pada terdakwa Alit.
Kepada Sutrisno, Alit mengaku anak angkat gubernur. Uang Rp 6 miliar itu dikeluarkan hanya agar bisa bertemu Gubernur Pastika kala itu.
Sutrisno memang berhasil bertemu Pastika. Pertemuan itu digelar di rumah pribadi Pastika pada 24 Februari 2012.
“Pertemuan itu hanya untuk silaturahmi saja, untuk menunjukkan Alit dekat dengan keluarga gubernur. Tidak ada membciarakan yang ini (proyek).
Karena saya sudah keluar Rp 6 miliar, Alit meyakinkan saya bahwa Alit memang keluarga gubernur. Bertemu gubernur untuk menjamin kelanjutan-kelanjutannya,” beber Sutrisno.
Bagaimana suasana saat pertemuan? “Memang (suasananya) Alit sudah dianggap keluarga. Orang gubernur keluar, anaknya (Sanodz) juga keluar. Kami santai-santai ngobrol, dikasih makan minum,” kenangnya.
Namun, saat sidang Rabu (17/7) Sandoz mengaku tidak tahu dan membantah ada pertemuan dengan gubernur.
Sutrisno sendiri menyebut antara Alit dan Sandoz satu paket. Saat disinggung rekomendasi dari Bappeda Pemprov Bali sudah keluar,
Sutrisno mengatakan bahwa semua rekomendasi itu abal-abal. Waktu penyidikan di Polda Bali dicek tidak ada aslinya.
Sementara Agus Sujo menambahkan, sebelum membawa kasus ini ke ranah hukum, sudah berkali-kali menemui Alit untuk meminta uangnya Sutrisno dikembalikan.
“Separo saja uang saya dikembalikan sudah senang,” kata Sutrisno. Agus mengaku sudah melayangkan somasi terhadap Alit. Kata Agus, Alit mengaku tidak mampu mengurus izin.
Alit juga hanya mampu mengembalikan dana Rp 750 juta. “Awalnya Alit tidak mau mengaku uangnya diberikan kepada siapa saja. Baru setelah ke Polda Bali itu kita tahu uangnya ke mana saja,” kata Agus.
Bahkan, Agus pernah bertemu dengan Alit dan Sandoz dalam waktu bersamaan. Karena tidak bisa mengembalikan uang, antara Alit dan Sandoz ribut sendiri.
“Saya sebagai pengusaha tidak ada yang ingin dipenjara. Saya tidak ada niat memenjarakan orang. Kan memenjarakan orang nambahin dosa saja.
Tapi, saya tidak ingin ada korban yang lain. Investor yang mau ke Bali terus jadi nggak percaya,” pungkasnya.
Uang Rp 16,1 miliar dari Sutrisno digunakan untuk kepentingan pribadi Alit sebesar Rp 2 miliar. Sisanya dibagi-bagikan pada Putu Pasek Sandoz Prawirottama sebesar Rp 8,3 miliar.
Sedangkan sisanya dibagikan pada Candra Wijaya sebesar Rp 4,6 miliar, dan I Made Jayantara Rp 1,1 miliar. (*)