DENPASAR – Pimpinan Wilayah (PW) Pemuda Muhammadiyah Bali mengecam tindakan represif pihak kepolisian dalam mengamankan aksi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar di seluruh Indonesia.
Menurut Pemuda Muhammadiyah Bali, tindakan represif justru akan memicu gelombang aksi yang lebih besar dari para mahasiswa dan pelajar.
Hal ini seperti yang disampaikan oleh Fachrudin, Sekretaris PW Pemuda Muhammadiyah Bali, menyusul meninggalnya seorang mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas Halu Oleo, Kendari,
Immawan Randy yang diduga tewas karena ditembak aparat saat demo tolak RUU Kontroversial, Kamis (27/9) kemarin.
Dikabarkan ada bekas luka parah di bagian dada sebelah kanan Randi. Belakangan diketahui, Randi merupakan aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
Selain Randi, seorang peserta unjuk rasa mahasiswa Muh Yusuf Kardawi, 19, yang menjalani perawatan serius di RS Bahteramas Kendari, Sulawesi Tenggara, meninggal dunia.
Yusuf meninggal Jumat (27/9) pagi waktu setempat. Tewasnya Yusuf membuat korban dari mahasiswa bertambah menjadi dua orang.
“PW Pemuda Muhammadiyah Bali menilai cara-cara brutal dan barbar kepolisian tidak akan bisa meredam aksi, justru dapat memicu gelombang aksi yang lebih besar lagi.
Kepolisian seharusnya belajar dari sejarah,” kata Fachrudin dalam keterangan tertulisnya kepada para awak media, Jumat (27/9).
Fachrudin juga menyebut kejadian tersebut justru menunjukkan bahwa ketidakmampuan dan ketidakberkompetennya kepolisian dalam menangani sebuah aksi massa.
Tindakan tersebut sangat bertentangan dengan peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar
Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolsian RI dan Perkapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa.
Untuk itu juga mendesak Polri mengusut tuntas oknum kepolisian yang menyebabkan Randy meninggal dunia.
“Karena itu kami meminta Kapolri memimpin langsung proses investigasi serta menindak secara tegas oknum kepolisian yang
bersikap represif. Kami minta waktu yang sesingkat-singkatnya untuk menyelesaikan soal itu,” tegas Fachruddin.
Bahkan, dia meminta dibentuknya tim independen terdiri dari Komnas HAM dan Ombudsman untuk menginvestigasi meninggalnya massa aksi.
Kemudian ia juga meminta Kapolri untuk datang ke Sultra serta mencopot Kapolda Sultra dan Kapolres Kendari.
“Ini preseden buruk bagi penegakan demokrasi kita. Harus ada tim independen pencari fakta untuk mengusut kasus ini.
Kami juga meminta Kapolri untuk mencopot Kapolda dan Kapolres Kendari karena tidak becus dalam mengontrol anak buahnya,” tandasnya.