DENPASAR-Satu dari empat korban insiden berdarah di Jalan Mekar II Blok A VII, Pemogan, Denpasar Selatan akhirnya tewas.
Polisi juga masih terus melakukan pendalaman atas kasus yang terjadi saat para korban menggelar pesta miras.
Ditengah penyelidikan polisi, kronologi hingga kasus berdarah inipun perlahan terungkap.
Berikut penuturan Perbekel Pemogan I Made Suwirya terkait insiden berdarah di wilayahnya.
Ditemui Jawa Pos Radar Bali, Sabtu (30/11), Suwirya menyatakan bahwa saat kejadian, ia tidak ada di kawasan TKP.
Namun, dari informasi yang ia peroleh, kasus ini bermula ketika salah seorang korban I Kadek Moyo terlibat masalah hutang pembayaran kos dengan Agung alias Pak Agung pemilik kos di kawasan Jalan Juwet Sari, Pemogan.
Moyo yang merupakan warga pendatang asal Munti Gubung, Karangasem ini diketahui hendak pindah kos ke kawasan Jalan Mekar II Blok A VII, Rumah Paling ujung Pemogan, Densel, Jumat (29/11) sekitar pukul 09.00.
Sayangnya, saat hendak pindah, pria yang kesehariannya bekerja sebagai tukang ojek ini tidak membayar kos sekitar dua bulan (Oktober dan November).
Lantaran masih memiliki tunggakan pemilik kos menyita sejumlah barang elektronik dan menyimpannya di gudang.
Diduga tunggakan dan penyiataan barang milik Moyo itulah yang menjadi penyebab terjadinya cekcok mulut dan berujung penebasan.
“Katanya, Kadek Moyo sudah di beri peringatan dan mengakui ingin membayar kos. Sayang ia bersih keras untuk pindah,” kata I Made Suwirya.
Atas permasalahan itu, imbuh Suwirya, Agung si pemilik kos ditelepon oleh Moyo.
Moyo meminta agar barang-barang miliknya dikembalikan.
Entah bagaimana komunikasi antara Agung dan Kadek Moyo hingga akhirnya Agung memerintahkan salah seorang sopirnya untuk menemui Kadek Moyo meminta uang tunggakan iuran kos ke Jalan Mekar II Blok A VII Banjar Mekar Jaya, Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan (TKP) sesuai permintaan Moyo.
Atas perintah Agung, sang sopir dengan membawa mobil pikap ini langsung menagih uang kos kepada Kadek Moyo yang saat itu sedang pesta Miras bersama-teman-teman di TKP.
Saat hendak ditagih, Moyo pun balik menanyakan keberadaan barang-barang miliknya yang disita oleh Agung.
“Disitu informasinya sempat terjadi cek-cok mulut. Dan sopir Pak Agung ini dikeroyok oleh Moyo dan teman-temannya,”imbuhnya.
Merasa terpojok karena dikeroyok, sang sopir yang belum diketahui namanya ini menelepon dan melaporkan peristiwa itu kepada Agung selaku majikannya.
Kemudian, Agung yang mendapat laporan jika anak buahnya dikeroyok kemudian meminta bantuan dari penjaga kosnya bernama Komang Narendra alias Komang Doyok alias Ming untuk menjemput sang sopir.
“Tujuannya untuk menyelesaikan masalahnya secara baik-baik. Tetapi dari keterangan warga, setibanya di TKP, Komang Doyok juga dikeroyok oleh orang yang sama,”kata Perbekel.
Merasa terancam dengan serangan itu, Komang Doyok balik ke rumahnya di Banjar Kajeng.
Di rumah itu, Ming meminta bantuan adik kandungnya bernama Ketut Pande untuk ke TKP.
Keduanya lalu bergegas membawa senjata tajam (pedang) dan tombak menggunakan sepeda motor yang dikendarai Ketut Pande membonceng sang kakak.
Sampainya di TKP, terjadilah aksi bakuhantam. Karena mereka menggunakan senjata tajam sehingga kelompok dari Kadek Moyo yang sama-sama asal dari Munti Gunung, Karangasem berjumlah 4 orang orang mengalami luka tebasan
“Informasi dari empat satu meninggal (Degdeg) dan tiga masih di RS Sanglah untuk mendapatkan perawatan medis. Jadi peristiwa itu sebenarnya saling serang. Kedua belah pihak sama-sama jadi korban,” tutur menurut Made Suwirya.
Sementara itu pantauan di TKP, sejumlah polisi berpakaian preman berjaga-jaga di lokasi kejadian. Para polisi itu datang untuk mencari barang bukti berupa tombak yang diduga dibuang pada rawa-rawa di sebelah utara TKP.